Cara memperbaiki mental anak yang sering dimarahi adalah proses yang membutuhkan waktu, kesabaran, dan komitmen. Setiap orang tua pasti pernah mengalami momen di mana kesabaran diuji oleh perilaku anak. Namun, penting untuk disadari bahwa cara kita merespons anak akan berdampak langsung pada kesehatan mental mereka. Ketika anak sering dimarahi, apalagi secara berlebihan, ini bisa menyebabkan trauma mendalam yang memengaruhi perkembangan emosional, sosial, bahkan fisik mereka. Untuk ayah dan bunda ketahui dampak dari anak seringnya dimarahi sebagai berikut:
- Anak yang sering dimarahi cenderung merasa tidak aman. Mereka hidup dalam ketakutan akan melakukan kesalahan, yang pada akhirnya memicu kecemasan berlebihan.
- Dimarahi terus-menerus dapat merusak harga diri anak. Mereka merasa tidak berharga, tidak mampu, dan akhirnya kehilangan keyakinan pada diri sendiri.
- Ironisnya, sering memarahi anak justru dapat memperburuk perilaku buruk mereka. Anak bisa menjadi agresif, memberontak, atau sebaliknya, menjadi terlalu penurut karena takut dihukum.
- Trauma emosional membuat anak sulit berkonsentrasi. Akibatnya, mereka kesulitan menyerap pelajaran dan kehilangan motivasi untuk belajar.
- Anak yang sering dimarahi mungkin akan merasa sulit menjalin hubungan yang sehat, baik dengan teman sebaya maupun keluarga.
Mental anak yang sehat adalah fondasi dari kepribadian mereka di masa depan. Jika luka emosional tidak segera disembuhkan, ini bisa berlanjut hingga dewasa dan memengaruhi kehidupan mereka. Oleh karena itu, sebagai orang tua, kita harus mengambil langkah proaktif untuk memperbaiki mental anak yang sering dimarahi.
Cara Memperbaiki Mental Anak yang Sering Dimarahi
Menyadur dari situs hellosehat.com dan sumber lainnya, berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk membantu anak pulih dari trauma akibat sering dimarahi:
1. Jangan Ragu untuk Meminta Maaf
Meminta maaf kepada anak bukanlah tanda kelemahan, melainkan tanda kekuatan dan kematangan emosional. Saat ayah dan bunda meminta maaf, lakukan dengan tulus dan tanpa menyalahkan pihak lain. Misalnya, katakan, “ayah tadi terlalu marah dan salah berbicara seperti itu. Maafkan ayah, ya.” Dengan begini, anak belajar bahwa semua orang bisa salah, tetapi yang penting adalah memperbaiki kesalahan.
Selain itu, momen ini bisa menjadi peluang untuk memperbaiki kepercayaan anak terhadap Anda. Anak akan merasa dihargai dan dilihat sebagai individu yang penting. Hal ini membantu membangun kembali ikatan emosional yang mungkin sempat terganggu.
2. Validasi Perasaan Anak
Anak yang sering dimarahi sering kali merasa bahwa perasaan mereka tidak dianggap penting. Validasi perasaan mereka adalah langkah awal untuk mengembalikan rasa percaya diri. Ketika anak berbicara, dengarkan dengan penuh perhatian. Jangan menyela atau menghakimi.
Gunakan kata-kata yang menunjukkan empati, seperti:
- “Ayah ngerti kamu marah karena merasa nggak didengar.”
- “Bunda tahu kamu sedih, dan itu wajar kok.”
Ini membantu anak belajar mengenali dan menerima emosi mereka sendiri. Saat emosi mereka divalidasi, anak akan merasa lebih nyaman untuk berbagi perasaan mereka di masa depan.
3. Tunjukkan Kasih Sayang dengan Tindakan
Anak yang sering dimarahi mungkin merasa bahwa mereka tidak dicintai. Oleh karena itu, tindakan kasih sayang harus menjadi prioritas. Pelukan hangat atau sekadar membelai rambut mereka dapat memberikan rasa aman.
Jangan hanya berhenti pada tindakan fisik. Ungkapkan rasa cinta ayah dan bunda dengan kata-kata, seperti “ayah bangga sama kamu,” atau “bunda selalu sayang kamu, apapun yang terjadi.” Bahkan, kebiasaan kecil seperti memberikan senyuman hangat setiap pagi bisa membuat perbedaan besar dalam suasana hati anak.
4. Perbaiki Kualitas Komunikasi
Komunikasi yang baik melibatkan kemampuan mendengar tanpa menghakimi dan berbicara dengan nada yang ramah. Misalnya, jika anak membuat kesalahan, daripada langsung marah, tanyakan dengan tenang, “Kamu kenapa melakukan itu?”
Beri anak ruang untuk menjelaskan pandangan mereka. Hindari nada menghakimi seperti “Kamu selalu bikin Mama kesal!” Sebaliknya, gunakan kata-kata yang menunjukkan solusi, seperti “Bagaimana kalau kita cari cara supaya ini nggak terulang lagi?”
5. Beri Waktu Khusus untuk Anak
Anak membutuhkan waktu berkualitas dengan orang tua mereka untuk merasa dihargai. Luangkan waktu minimal 10-15 menit sehari untuk melakukan aktivitas bersama, seperti menggambar, bermain, atau hanya berbicara.
Waktu ini tidak hanya memperkuat hubungan emosional, tetapi juga menjadi momen di mana Anda bisa melihat sisi anak yang mungkin selama ini terabaikan. Anak akan merasa lebih nyaman untuk membuka diri tentang apa yang mereka rasakan dan butuhkan.
6. Ciptakan Lingkungan yang Aman
Anak-anak yang sering dimarahi mungkin merasa bahwa rumah adalah tempat yang penuh tekanan. Untuk mengubah persepsi ini, ciptakan suasana yang positif di rumah. Hindari berteriak atau menyalahkan di depan anak.
Selain itu, pastikan anak merasa bahwa rumah adalah tempat di mana mereka bisa menjadi diri sendiri tanpa rasa takut. Berikan pujian ketika anak melakukan hal baik, sekecil apapun itu. Misalnya, “ayah senang lihat kamu mau berbagi mainan dengan adik.”
7. Pahami Karakter Anak
Setiap anak memiliki kepribadian yang unik. Ada anak yang sensitif, ada yang lebih tangguh. Sebagai orang tua, penting untuk memahami kepribadian anak dan menyesuaikan pendekatan Anda.
Jika anak Anda cenderung sensitif, gunakan pendekatan yang lebih lembut. Sebaliknya, untuk anak yang lebih mandiri, berikan mereka kebebasan yang terarah. Hindari membandingkan anak Anda dengan anak lain karena ini hanya akan merusak rasa percaya diri mereka.
8. Terapkan Disiplin dengan Lembut
Disiplin yang lembut tidak berarti membiarkan anak melakukan apa saja. Ini berarti memberikan batasan yang jelas tanpa melibatkan kekerasan verbal atau fisik. Misalnya, jika anak melanggar aturan, jelaskan konsekuensinya dengan tenang: “Kalau kamu nggak mau membereskan mainan, kita nggak bisa main lagi besok.”
Berikan anak kesempatan untuk memperbaiki kesalahan mereka. Ini mengajarkan mereka tanggung jawab tanpa merasa dihukum secara tidak adil.
9. Jangan Ulangi Kesalahan yang Sama
Setiap orang tua pasti pernah kehilangan kesabaran. Namun, penting untuk belajar dari pengalaman dan berusaha lebih baik. Bila ayah dan bunda merasa mudah terpancing emosi, cari cara untuk mengelola stres, seperti dengan meditasi atau berbicara dengan pasangan.
Ketika ayah dan bunda lebih tenang, Anda akan lebih mampu menghadapi situasi sulit tanpa melibatkan emosi yang berlebihan. Dengan begitu, anak tidak lagi menjadi korban kemarahan yang tidak terkendali.
10. Ajarkan Anak tentang Emosi
Anak yang sering dimarahi mungkin kesulitan mengelola emosi mereka sendiri. Ajarkan mereka bahwa emosi adalah hal yang normal dan penting untuk diekspresikan dengan cara yang sehat.
Gunakan permainan atau cerita untuk menjelaskan emosi. Misalnya, buat wajah-wajah lucu untuk menggambarkan marah, sedih, atau bahagia. Ajarkan juga cara sederhana untuk menenangkan diri, seperti menarik napas dalam-dalam atau menghitung sampai sepuluh. Dengan memahami emosi mereka, anak akan lebih mampu menghadapi tantangan emosional di masa depan.
Bila anak menunjukkan tanda-tanda trauma akibat sering dimarahi, berikut adalah beberapa langkah tambahan yang dapat dilakukan:
- Jika diperlukan, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan psikolog anak untuk mendapatkan panduan lebih lanjut.
- Ajak anak melakukan kegiatan yang menyenangkan dan mendukung perkembangan mereka, seperti olahraga, seni, atau musik.
- Dorong anak untuk membangun kebiasaan baik, seperti membaca, menulis jurnal, atau berbicara tentang perasaan mereka.
- Konsistensi adalah kunci dalam mendidik anak. Pastikan ayah dan bunda memiliki pendekatan yang sejalan.
Semoga ulasan tentang Cara Memperbaiki Mental Anak yang Sering Dimarah dapat bermanfaat untuk ayah dan bunda ya.
Baca juga:
- Teruntuk Ayah Bunda, Ini 10 Cara Mendidik Anak Tanpa Gadget
- Ayah dan Bunda, Ini 10 Cara Mendidik Anak Tanpa Emosi Meledak
- Inilah 8 Peran Ayah dalam Keluarga
- Pengaruh Positif dengan 6 Sikap Ayah kepada Anak