Interaksi Sosial: Pengertian, Ciri, Syarat, Bentuk, dan Contohnya

Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Setiap hari, kita terlibat dalam berbagai bentuk interaksi, mulai dari percakapan sederhana dengan teman hingga kerja sama dalam kelompok besar. Interaksi sosial tidak hanya membentuk hubungan antarindividu, tetapi juga memengaruhi dinamika masyarakat secara keseluruhan. 

Pengertian Interaksi Sosial

Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau antarkelompok. Hubungan ini melibatkan aksi saling memengaruhi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Gillin dan Gillin (1954), interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis antara individu dan individu, individu dengan kelompok, serta kelompok dengan kelompok lainnya. Dalam interaksi ini, setiap pihak saling menyesuaikan tindakan mereka untuk menciptakan respons yang sesuai.

Interaksi sosial dapat terjadi dalam berbagai konteks kehidupan sehari-hari, seperti keluarga, sekolah, tempat kerja, atau masyarakat luas. Dalam lingkup keluarga, interaksi sosial memainkan peran penting dalam membentuk karakter dan nilai-nilai individu. Di sekolah, interaksi terjadi antara siswa, guru, dan staf pendidikan, yang berkontribusi pada proses pembelajaran dan pengembangan sosial. Sementara itu, dalam lingkungan kerja, interaksi sosial berperan dalam menciptakan kerja sama tim, produktivitas, dan budaya organisasi.

Menurut para ahli sosiologi, interaksi sosial adalah fondasi dari kehidupan bermasyarakat. Tanpa interaksi, manusia tidak dapat membangun hubungan, berkomunikasi, atau bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Charles Horton Cooley (1909) mengungkapkan konsep looking-glass self, yang menyatakan bahwa identitas individu terbentuk melalui interaksi dengan orang lain. Melalui interaksi, seseorang memahami bagaimana dirinya dipersepsikan oleh lingkungan sekitar dan menyesuaikan sikap serta perilakunya.

Selain itu, Max Weber (1922) menekankan bahwa interaksi sosial memiliki aspek subjektif, di mana tindakan sosial seseorang dipengaruhi oleh makna yang diberikan terhadap tindakan orang lain. Weber membagi interaksi sosial ke dalam beberapa tipe, seperti tindakan rasional instrumental (berdasarkan tujuan tertentu), tindakan rasional nilai (berdasarkan keyakinan atau nilai), tindakan afektif (berdasarkan emosi), dan tindakan tradisional (berdasarkan kebiasaan atau adat istiadat).

Ciri-Ciri Interaksi Sosial

Interaksi sosial memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya dari bentuk hubungan lainnya. Charles P. Loomis mengidentifikasi beberapa karakteristik utama yang menjadi dasar interaksi sosial. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai ciri-ciri tersebut:

1. Melibatkan Lebih dari Satu Orang

Interaksi sosial hanya dapat terjadi jika ada dua pihak atau lebih yang terlibat dalam hubungan timbal balik. Pihak-pihak ini bisa berupa individu, kelompok, atau kombinasi keduanya. Contohnya, seorang guru yang mengajar di kelas sedang berinteraksi dengan murid-muridnya, sementara sekelompok teman yang berdiskusi juga sedang terlibat dalam interaksi sosial. Tanpa adanya lebih dari satu pihak, tidak akan terjadi pertukaran tindakan dan reaksi yang menjadi inti dari interaksi sosial.

Selain itu, dalam masyarakat yang lebih luas, interaksi sosial juga dapat terjadi dalam skala besar, seperti komunikasi antar negara, kerja sama antar perusahaan multinasional, atau interaksi melalui media sosial yang menghubungkan banyak individu dari berbagai latar belakang.

2. Terjadi Komunikasi

Komunikasi adalah elemen fundamental dalam interaksi sosial. Tanpa komunikasi, tidak mungkin terjadi pertukaran ide, informasi, atau emosi. Komunikasi ini dapat berbentuk verbal (seperti percakapan langsung, telepon, dan pesan teks) maupun nonverbal (seperti bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan gestur).

Misalnya, dalam lingkungan kerja, seorang manajer yang memberikan instruksi kepada karyawannya menggunakan komunikasi verbal untuk menyampaikan perintah dengan jelas. Di sisi lain, seseorang yang tersenyum kepada orang lain sedang melakukan komunikasi nonverbal yang menandakan keramahan atau persetujuan.

Komunikasi dalam interaksi sosial juga dapat dipengaruhi oleh teknologi. Dalam era digital, komunikasi tidak lagi terbatas pada tatap muka, melainkan juga dapat terjadi melalui email, media sosial, dan aplikasi pesan instan, memungkinkan interaksi sosial dalam bentuk yang lebih luas dan fleksibel.

3. Memiliki Tujuan yang Jelas

Setiap interaksi sosial memiliki tujuan tertentu, baik secara sadar maupun tidak sadar. Tujuan ini dapat berupa berbagi informasi, menyelesaikan masalah, mencapai kesepakatan, atau sekadar menjalin hubungan sosial.

Sebagai contoh, dalam sebuah rapat bisnis, peserta yang hadir memiliki tujuan untuk membahas strategi perusahaan dan mencapai keputusan yang menguntungkan. Di sisi lain, percakapan santai antara dua sahabat mungkin bertujuan untuk mempererat hubungan dan berbagi pengalaman.

Tujuan interaksi sosial juga dapat bersifat individual atau kolektif. Seorang mahasiswa yang berdiskusi dengan dosennya mungkin memiliki tujuan pribadi untuk memahami materi kuliah dengan lebih baik, sementara aksi demonstrasi masyarakat bertujuan untuk menyampaikan aspirasi kolektif kepada pemerintah.

4. Terdapat Dimensi Waktu

Interaksi sosial selalu berlangsung dalam suatu rentang waktu, baik itu dalam masa lalu, masa kini, maupun masa depan. Dimensi waktu ini memengaruhi sifat dan dinamika interaksi sosial.

a. Interaksi dalam konteks masa lalu

Interaksi sosial dapat terbentuk berdasarkan pengalaman atau hubungan yang telah terjadi sebelumnya. Misalnya, hubungan antara dua negara dapat dipengaruhi oleh sejarah diplomasi mereka, sementara hubungan antarindividu juga dapat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu yang mereka lalui bersama.

b. Interaksi dalam konteks masa kini

Sebagian besar interaksi sosial terjadi dalam waktu nyata, di mana individu atau kelompok berkomunikasi dan berinteraksi dalam situasi yang sedang berlangsung. Contohnya, percakapan antara pelanggan dan kasir saat berbelanja di supermarket adalah interaksi sosial yang terjadi dalam konteks masa kini.

c. Interaksi dalam konteks masa depan

Beberapa interaksi sosial juga memiliki dampak jangka panjang dan dirancang untuk memengaruhi masa depan. Misalnya, seorang guru yang mendidik murid-muridnya tidak hanya berinteraksi untuk keperluan saat ini, tetapi juga untuk membentuk pemahaman dan keterampilan yang akan berguna bagi masa depan mereka.

Dengan memahami dimensi waktu dalam interaksi sosial, kita dapat melihat bahwa hubungan sosial bukan hanya sekadar kejadian yang terjadi secara spontan, tetapi juga dapat berkembang, berulang, atau bahkan berubah seiring waktu.

Syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Agar interaksi sosial dapat terjadi, ada dua syarat utama yang harus dipenuhi, yaitu kontak sosial dan komunikasi.

1. Kontak Sosial

Menurut Soerjono Soekanto (2006), kontak sosial adalah hubungan antara individu atau kelompok yang memungkinkan terjadinya interaksi sosial. Kontak ini dapat bersifat langsung atau tidak langsung.

a. Kontak Sosial Langsung

Kontak sosial langsung terjadi ketika individu atau kelompok berinteraksi secara fisik tanpa perantara. Misalnya, saat seseorang berjabat tangan, berbicara secara tatap muka, atau bertemu dalam suatu acara sosial. Interaksi semacam ini memungkinkan terjadinya komunikasi yang lebih mendalam karena melibatkan ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan nada suara.

b. Kontak Sosial Tidak Langsung

Kontak sosial tidak langsung terjadi ketika interaksi dilakukan dengan bantuan media atau perantara. Contohnya adalah komunikasi melalui surat, email, telepon, atau media sosial. Dalam era digital saat ini, kontak sosial tidak langsung semakin umum, terutama melalui platform seperti WhatsApp, Zoom, atau media sosial lainnya yang memungkinkan komunikasi tanpa harus bertemu secara fisik.

Sedangkan menurut Gillin & Gillin (1954), kontak sosial merupakan langkah awal yang memungkinkan individu atau kelompok untuk saling memengaruhi dalam suatu hubungan sosial. Dengan adanya kontak sosial, maka peluang untuk membangun komunikasi yang lebih erat menjadi lebih besar.

2. Komunikasi

Komunikasi adalah proses pertukaran informasi, gagasan, atau emosi antara dua pihak atau lebih. Menurut Harold Lasswell (1948), komunikasi melibatkan lima elemen utama, yaitu siapa yang mengatakan apa, melalui saluran apa, kepada siapa, dan dengan efek apa.

Agar komunikasi berlangsung efektif dalam interaksi sosial, terdapat beberapa komponen penting yang harus ada:

a. Pengirim (Komunikator)

Komunikator adalah individu atau kelompok yang menyampaikan pesan kepada pihak lain. Pengirim memiliki peran penting dalam memastikan bahwa pesan yang dikirim dapat dipahami dengan baik oleh penerima. Misalnya, seorang guru yang menjelaskan materi pelajaran kepada murid-muridnya bertindak sebagai komunikator.

b. Penerima (Komunikan)

Komunikan adalah pihak yang menerima pesan dari komunikator. Penerima bisa berupa individu, kelompok, atau bahkan masyarakat luas. Agar komunikasi berjalan dengan baik, penerima harus memahami pesan yang disampaikan dan memberikan respons yang sesuai. Contohnya, dalam sebuah diskusi kelas, siswa yang mendengarkan dan merespons pertanyaan dari guru berperan sebagai komunikan.

c. Pesan

Pesan adalah informasi, gagasan, atau perasaan yang ingin disampaikan dalam komunikasi, dapat berbentuk verbal (seperti kata-kata yang diucapkan) maupun nonverbal (seperti ekspresi wajah atau gestur tangan). Misalnya, ketika seseorang tersenyum kepada orang lain, itu dapat diartikan sebagai pesan nonverbal yang menyatakan keramahan.

d. Umpan Balik (Feedback)

Umpan balik adalah tanggapan dari penerima terhadap pesan yang disampaikan oleh komunikator, ini bisa bersifat langsung maupun tidak langsung. Misalnya, dalam percakapan tatap muka, seseorang dapat langsung menjawab pertanyaan yang diberikan oleh lawan bicaranya, sedangkan dalam komunikasi melalui email, umpan balik mungkin baru diterima setelah beberapa waktu.

e. Media

Media adalah alat atau saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan dalam komunikasi, bisa berupa lisan, tulisan, gambar, atau bahkan teknologi digital. Misalnya, dalam dunia bisnis, komunikasi dapat dilakukan melalui presentasi menggunakan proyektor atau melalui email resmi perusahaan.

Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

Interaksi sosial dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk utama, yaitu interaksi sosial asosiatif dan interaksi sosial disosiatif. Kedua bentuk ini mencerminkan dinamika hubungan sosial yang dapat membawa masyarakat menuju kerja sama atau justru mengarah pada konflik.

1. Interaksi Sosial Asosiatif

Interaksi sosial asosiatif adalah interaksi yang bersifat positif, yang bertujuan untuk mempererat hubungan sosial, menciptakan harmoni, dan memperkuat kerja sama dalam masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto (2006), bentuk interaksi ini mendukung integrasi sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

Beberapa bentuk interaksi sosial asosiatif meliputi:

a. Kerja Sama (Cooperation)

Kerja sama adalah bentuk interaksi sosial di mana individu atau kelompok bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang sama. Menurut Charles H. Cooley, kerja sama merupakan proses fundamental dalam kehidupan sosial yang memungkinkan individu membentuk hubungan erat dalam suatu kelompok.

Contoh kerja sama dalam masyarakat:

  • Gotong royong dalam membersihkan lingkungan di desa.
  • Kerja sama dalam dunia kerja, seperti proyek tim di perusahaan.
  • Kerja sama internasional, misalnya negara-negara yang bekerja sama dalam organisasi seperti ASEAN atau PBB.

b. Akomodasi (Accommodation)

Akomodasi adalah proses penyesuaian yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengatasi ketegangan atau konflik tanpa menghancurkan pihak lain. Pendapat Gillin & Gillin (1954), akomodasi bertujuan untuk menciptakan keseimbangan dalam interaksi sosial.

Bentuk-bentuk akomodasi:

  1. Kompromi → Kedua belah pihak mengurangi tuntutan mereka agar mencapai kesepakatan.
  2. Mediasi → Pihak ketiga bertindak sebagai perantara yang netral untuk menyelesaikan konflik.
  3. Arbitrasi → Pihak ketiga memiliki wewenang untuk mengambil keputusan yang harus dipatuhi oleh pihak-pihak yang berkonflik.

Contoh akomodasi dalam kehidupan sehari-hari:

  • Penyelesaian sengketa tanah melalui mediasi oleh pemerintah daerah.
  • Arbitrasi dalam perselisihan antara buruh dan perusahaan.

c. Asimilasi (Assimilation)

Asimilasi adalah proses sosial di mana dua kebudayaan yang berbeda berbaur menjadi satu dan menghasilkan budaya baru. Berdasarkan pendapat Koentjaraningrat (1985), asimilasi terjadi ketika ada integrasi yang kuat antarbudaya sehingga perbedaan antara dua kelompok semakin hilang.

Contoh asimilasi:

  • Pernikahan antara individu dari suku yang berbeda yang menghasilkan kebiasaan baru dalam keluarga mereka.
  • Budaya kuliner Indonesia yang banyak mengadopsi makanan dari luar negeri, seperti mi yang berasal dari budaya Tiongkok dan telah menjadi makanan khas Indonesia (mi ayam, bakso, dsb.).

d. Akulturasi (Acculturation)

Akulturasi adalah proses masuknya unsur-unsur budaya asing ke dalam suatu budaya tanpa menghilangkan budaya asli. Berbeda dengan asimilasi, dalam akulturasi budaya asli tetap bertahan.

Contoh akulturasi:

  • Pengaruh budaya Barat dalam gaya berpakaian masyarakat Indonesia, namun tetap mempertahankan batik sebagai pakaian tradisional.
  • Penggunaan alat musik modern dalam gamelan Jawa.
  • Arsitektur masjid di Indonesia yang mengadopsi gaya Tiongkok, seperti Masjid Cheng Ho di Surabaya.

2. Interaksi Sosial Disosiatif

Berbeda dengan interaksi asosiatif yang bersifat mendekatkan hubungan sosial, interaksi sosial disosiatif cenderung mengarah pada perpecahan dan konflik dalam masyarakat. Soerjono Soekanto (2006) menyebutkan bahwa interaksi disosiatif dapat menyebabkan ketegangan sosial dan perselisihan yang berdampak negatif.

Bentuk-bentuk interaksi sosial disosiatif meliputi:

a. Persaingan (Competition)

Persaingan terjadi ketika individu atau kelompok berusaha mencapai tujuan yang sama tanpa menggunakan kekerasan, sering terjadi dalam bidang ekonomi, politik, dan pendidikan.

Contoh persaingan dalam kehidupan sehari-hari:

  • Persaingan bisnis, seperti dua perusahaan teknologi yang bersaing dalam inovasi produk.
  • Persaingan akademik, seperti siswa yang berlomba-lomba mendapatkan nilai tertinggi di kelas.
  • Persaingan dalam olahraga, misalnya dalam ajang Piala Dunia atau Olimpiade.

William G. Sumner (1906), persaingan dapat bersifat positif jika mendorong kemajuan, tetapi juga bisa menimbulkan konflik jika tidak dikelola dengan baik.

b. Kontravensi (Contravention)

Kontravensi adalah bentuk interaksi sosial yang berada di antara persaingan dan konflik terbuka, terjadi ketika ada perasaan tidak suka atau ketidaksepakatan yang disembunyikan, tetapi belum sampai pada tahap pertikaian fisik.

Bentuk-bentuk kontravensi:

  • Protes diam-diam terhadap kebijakan pemerintah.
  • Gosip atau fitnah yang bertujuan untuk menjatuhkan seseorang.
  • Sabotase dalam dunia kerja, misalnya pegawai yang secara diam-diam menghambat pekerjaan timnya karena rasa iri.

Menurut Leopold von Wiese & Howard Becker (1932), kontravensi dapat berkembang menjadi konflik jika tidak diselesaikan dengan baik.

c. Pertikaian (Dispute)

Pertikaian adalah bentuk konflik terbuka yang melibatkan individu atau kelompok dengan tindakan yang lebih agresif, tetapi belum mencapai tahap kekerasan.

Contoh pertikaian:

  • Tawuran antarpendukung klub sepak bola.
  • Perdebatan panas di media sosial yang berujung pada perpecahan kelompok.
  • Konflik antaranggota keluarga dalam perebutan warisan.

Jika pertikaian semakin memanas, maka bisa berkembang menjadi konflik yang lebih besar.

d. Konflik (Conflict)

Konflik adalah bentuk interaksi sosial disosiatif yang paling ekstrem, di mana individu atau kelompok berusaha menyingkirkan lawannya secara destruktif, sering kali melibatkan kekerasan dan dapat berdampak buruk pada stabilitas sosial.

Contoh konflik:

  • Perang antarnegara, seperti Perang Dunia I dan II.
  • Konflik etnis, seperti ketegangan antar kelompok suku di suatu negara.
  • Konflik politik, misalnya perselisihan dalam pemilu yang berujung pada aksi kekerasan.

Karl Marx, konflik adalah bagian alami dari kehidupan sosial yang muncul akibat ketimpangan dalam distribusi kekuasaan dan sumber daya.

Faktor Pendorong Interaksi Sosial

Interaksi sosial tidak terjadi begitu saja, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mendorong individu atau kelompok untuk saling berkomunikasi dan berhubungan satu sama lain. Faktor-faktor ini bisa bersumber dari dalam diri individu (internal) maupun dari lingkungan sekitar (eksternal). Beberapa faktor utama yang mendorong interaksi sosial adalah sebagai berikut:

1. Imitasi

Imitasi adalah tindakan meniru perilaku, gaya, atau kebiasaan orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak individu yang tanpa sadar meniru sikap, gaya bicara, atau bahkan pola pikir orang-orang yang mereka kagumi.

Contoh:

  • Remaja yang meniru gaya berpakaian idolanya, baik dalam cara berpakaian, gaya rambut, atau aksesori yang digunakan.
  • Anak kecil yang meniru cara berbicara orang tua mereka saat bermain.
  • Karyawan baru yang meniru cara kerja seniornya agar dapat beradaptasi lebih cepat di lingkungan kerja.

Imitasi dapat bersifat positif maupun negatif. Jika seseorang meniru perilaku baik, seperti disiplin, rajin, atau sopan santun, maka hasilnya akan positif. Sebaliknya, jika yang ditiru adalah kebiasaan buruk, seperti merokok atau berbicara kasar, maka dampaknya bisa merugikan.

2. Sugesti

Sugesti adalah pengaruh dari satu pihak terhadap pihak lain sehingga orang yang dipengaruhi menerima pendapat, ide, atau saran tersebut tanpa berpikir panjang, sering terjadi dalam kondisi di mana seseorang memiliki kepercayaan tinggi terhadap pihak yang memberikan pengaruh, seperti tokoh publik, guru, atau orang tua.

Contoh:

  • Konsumen membeli produk tertentu karena melihat iklan yang meyakinkan.
  • Seseorang mencoba pola makan sehat setelah membaca artikel yang ditulis oleh seorang ahli gizi.
  • Anak mengikuti saran gurunya untuk lebih giat belajar tanpa mempertanyakan alasan di baliknya.

Sugesti dapat digunakan untuk tujuan positif, seperti memotivasi seseorang agar lebih baik, tetapi juga bisa bersifat negatif jika digunakan untuk memanipulasi seseorang tanpa dasar yang benar.

3. Identifikasi

Identifikasi adalah proses di mana seseorang mencoba menjadi mirip dengan individu atau kelompok lain karena adanya rasa kekaguman atau keinginan untuk menjadi bagian dari mereka. Proses ini lebih mendalam dibandingkan imitasi karena melibatkan perubahan sikap, nilai, dan bahkan cara berpikir.

Contoh:

  • Pemuda mulai menerapkan pola hidup sehat karena terinspirasi oleh seorang atlet terkenal.
  • Mahasiswa yang meniru gaya berpakaian dan berbicara seperti dosennya yang dikagumi.
  • Pekerja yang mengadopsi budaya kerja keras setelah bekerja di perusahaan yang mengutamakan etos kerja tinggi.

Identifikasi bisa menjadi faktor pendorong interaksi sosial yang kuat karena memungkinkan individu untuk lebih terlibat dalam komunitas atau kelompok tertentu.

4. Simpati

Simpati merupakan perasaan tertarik atau peduli terhadap orang lain yang didasarkan pada emosi dan perasaan. Ketika seseorang merasa simpati, mereka cenderung ingin membantu atau setidaknya menunjukkan kepedulian terhadap orang lain.

Contoh:

  • Merasa sedih ketika melihat teman mengalami musibah dan memberikan dukungan moral.
  • Mengunjungi kerabat yang sedang sakit sebagai bentuk perhatian.
  • Memberikan bantuan kepada korban bencana alam karena merasa iba dengan kondisi mereka.

Simpati menjadi dasar penting dalam membangun hubungan sosial yang harmonis, baik dalam keluarga, persahabatan, maupun lingkungan masyarakat yang lebih luas.

5. Empati

Empati adalah kemampuan seseorang untuk memahami dan merasakan perasaan atau pengalaman orang lain. Jika simpati lebih kepada perasaan kasihan atau peduli, empati melibatkan pemahaman yang lebih mendalam, di mana seseorang benar-benar menempatkan dirinya pada posisi orang lain.

Contoh:

  • Dokter yang berusaha memahami perasaan pasiennya dan memberikan perawatan dengan penuh perhatian.
  • Seorang pemimpin perusahaan yang memahami kesulitan karyawannya dan memberikan solusi yang adil.
  • Teman yang mencoba memahami kesedihan sahabatnya dan memberikan dukungan tanpa menghakimi.

Empati merupakan faktor penting dalam membangun hubungan sosial yang sehat karena dapat mengurangi kesalahpahaman, meningkatkan toleransi, dan menciptakan lingkungan yang lebih harmonis.

Interaksi sosial memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Tanpa interaksi sosial, manusia tidak dapat membangun hubungan, berkomunikasi, atau bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Interaksi sosial juga membantu kita memahami perbedaan, mengembangkan empati, dan membangun masyarakat yang harmonis.

Selain itu, interaksi sosial juga memengaruhi perkembangan individu. Melalui interaksi, kita belajar nilai-nilai sosial, norma, dan budaya yang berlaku dalam masyarakat. Interaksi sosial juga membantu kita mengembangkan keterampilan komunikasi, kerja sama, dan pemecahan masalah.

Dengan memahami interaksi sosial, kita dapat lebih menghargai peran hubungan manusia dalam membentuk masyarakat yang harmonis. Mari kita terus menjalin interaksi sosial yang positif untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi diri sendiri dan orang lain.

Baca juga:

Daftar Referensi

  1. Cooley, C. H. (1909). Social Organization: A Study of the Larger Mind. Scribner.
  2. Gillin, J. L., & Gillin, J. P. (1954). Cultural Sociology. Macmillan.
  3. Weber, M. (1922). Economy and Society: An Outline of Interpretive Sociology. University of California Press.
  4. Soekanto, S. (2002). Sosiologi Suatu Pengantar. PT RajaGrafindo Persada.
  5. Castells, M. (1996). The Rise of the Network Society. Blackwell Publishers.
Please follow and like us:
Scroll to Top