10 Cara Menghadapi Perilaku Manipulatif

Cara Menghadapi Orang Manipulatif

Cara menghadapi perilaku manipulatif merupakan tantangan nyata dalam kehidupan kita. Perilaku manipulatif bisa hadir di berbagai aspek, baik itu dalam hubungan pribadi, lingkungan kerja, maupun interaksi sosial sehari-hari. dampaknya bisa sangat besar bagi korbannya. Menghadapi orang dengan perilaku manipulatif bukanlah hal yang mudah, namun dengan pendekatan yang tepat, kamu dapat melindungi diri dari dampak negatifnya.

Apa Itu Perilaku Manipulatif?

Perilaku manipulatif adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mempengaruhi perasaan, pikiran, atau tindakan orang lain demi keuntungan pribadi, tanpa disadari oleh korban. Biasanya, manipulasi ini terjadi secara halus, sehingga seringkali orang yang menjadi korban tidak menyadari bahwa mereka sedang dimanipulasi. Manipulasi bisa terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari gaslighting, memutarbalikkan fakta, hingga mengancam atau memaksa.

Tanda-tanda Perilaku Manipulatif

Mengetahui ciri-ciri orang dengan perilaku manipulatif merupakan langkah pertama yang sangat penting. Beberapa tanda umum perilaku manipulatif antara lain:

1. Gaslighting

Gaslighting adalah salah satu bentuk manipulasi yang paling berbahaya dan sulit dikenali. Dalam kasus gaslighting, pelaku akan secara sistematis berusaha membuat korban meragukan ingatannya, persepsinya terhadap kenyataan, atau bahkan kesehatan mentalnya. Gaslighting sering kali dimulai dengan hal-hal kecil, seperti pelaku membantah kejadian yang sebenarnya terjadi atau menafikan sesuatu yang telah diungkapkan korban. Seiring waktu, manipulasi ini bisa mengarah pada keraguan yang mendalam pada diri korban, membuat mereka merasa bingung, tidak yakin, dan bahkan merasa terisolasi.

Misalnya, ketika seorang manipulator melakukan kesalahan atau melanggar janji, mereka mungkin mengatakan sesuatu seperti, “Itu tidak pernah terjadi,” atau “Kamu hanya membayangkannya.” Tujuan dari gaslighting adalah untuk mengaburkan kenyataan dan membuat korban merasa bingung atau bahkan gila. Dalam jangka panjang, ini dapat merusak harga diri korban dan membuat mereka merasa tidak berdaya.

2. Bermain dengan Perasaan

Manipulator sering kali ahli dalam membaca perasaan orang lain dan memanfaatkannya untuk keuntungan pribadi mereka. Mereka bisa sangat pandai dalam menggunakan emosi orang lain, terutama perasaan bersalah, untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Mereka mungkin mengatakan atau melakukan sesuatu yang membuat korban merasa bersalah atas hal-hal yang sebenarnya tidak mereka lakukan.

Contohnya adalah ketika seorang manipulator mengatakan, “Kalau kamu benar-benar peduli padaku, kamu pasti akan melakukan ini untukku,” atau “Aku sudah berusaha keras untukmu, dan inilah balasan yang aku dapat?” Kalimat-kalimat ini bisa membuat korban merasa tertekan untuk memenuhi permintaan atau keinginan si manipulator meskipun mereka tidak ingin melakukannya. Manipulator memanfaatkan perasaan orang lain untuk memanipulasi tindakan dan keputusan mereka.

3. Pasif-Agresif

Perilaku pasif-agresif adalah bentuk manipulasi yang lebih sulit dikenali karena si pelaku sering kali tidak mengungkapkan perasaan atau ketidaksenangannya secara langsung. Sebaliknya, mereka memilih untuk mengungkapkan ketidaksetujuan atau kemarahan mereka dengan cara yang lebih halus dan tersembunyi. Salah satu bentuk paling umum dari perilaku pasif-agresif adalah memberikan “silent treatment” atau perlakuan diam terhadap orang lain.

Misalnya, jika seseorang merasa marah atau kecewa, mereka mungkin tidak langsung mengungkapkannya. Sebagai gantinya, mereka akan menarik diri, menghindari percakapan, atau tidak berbicara dengan orang tersebut untuk waktu yang lama. Hal ini bisa sangat membingungkan dan menyakitkan bagi korban, karena mereka tidak tahu apa yang sebenarnya salah atau bagaimana cara untuk menyelesaikan masalah. Dalam beberapa kasus, pelaku pasif-agresif bahkan bisa memberikan komentar sinis atau merendahkan untuk menyakiti orang lain tanpa mengungkapkan perasaan mereka secara langsung.

4. Mengubah Fakta

Manipulator sering kali memiliki kecenderungan untuk mengubah atau memutarbalikkan fakta demi menjaga citra diri mereka dan mendapatkan keuntungan dari orang lain. Mereka mungkin akan merubah cerita atau kejadian yang sebenarnya terjadi untuk membuat diri mereka terlihat benar, sementara pada saat yang sama mereka menyalahkan korban atas hal-hal yang tidak mereka lakukan. Taktik ini sering digunakan dalam situasi di mana pelaku merasa terancam atau dihadapkan dengan bukti yang menunjukkan kesalahan mereka.

Contoh dari perilaku ini adalah ketika seorang manipulator yang telah melakukan kesalahan besar berusaha memutarbalikkan kenyataan dengan mengatakan, “Itu bukanlah yang saya maksudkan,” atau “Kamu salah paham, saya tidak pernah mengatakan itu.” Manipulator ini mungkin juga mengalihkan perhatian korban dengan menyalahkan orang lain atau bahkan mengklaim bahwa situasi tersebut sepenuhnya di luar kendali mereka. Dengan cara ini, mereka mencoba menghindari tanggung jawab atas tindakan mereka dan mengalihkan fokus kepada orang lain.

5. Menggunakan Ancaman atau Paksaan

Manipulator sering kali menggunakan ancaman atau paksaan untuk mempengaruhi orang lain agar mengikuti keinginan mereka. Namun, ancaman ini sering kali disampaikan dengan cara yang halus atau tidak langsung, sehingga sulit untuk dikenali sebagai manipulasi. Mereka mungkin tidak mengatakan “Jika kamu tidak melakukannya, aku akan meninggalkanmu,” tetapi lebih memilih mengatakan sesuatu seperti, “Kamu tahu betapa sulitnya hidup saya tanpa bantuanmu, bukan?” atau “Jika kamu tidak memenuhi permintaan saya, mungkin saya akan berpikir dua kali untuk membantu kamu di masa depan.”

Di sisi lain, beberapa manipulatif lebih langsung dalam menggunakan ancaman. Mereka mungkin menggunakan intimidasi atau pemaksaan, seperti mengancam akan mengungkapkan rahasia atau informasi pribadi jika korban tidak melakukan apa yang diminta. Ancaman ini dirancang untuk menciptakan rasa takut atau rasa bersalah pada korban, memaksa mereka untuk menyerah pada keinginan manipulator.

Mengapa Seseorang Bisa Berperilaku Manipulatif?

Penting untuk memahami bahwa perilaku manipulatif tidak muncul begitu saja. Biasanya, ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang untuk berperilaku manipulatif, seperti:

1. Pola Asuh yang Buruk

Pola asuh yang buruk atau pengalaman masa kecil yang tidak sehat sering kali memainkan peran besar dalam pembentukan perilaku manipulatif di kemudian hari. Ketika seseorang tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan ketidakpastian, ketakutan, atau kontrol yang berlebihan, mereka mungkin belajar untuk menggunakan taktik manipulasi untuk memperoleh apa yang mereka inginkan. Dalam beberapa kasus, anak yang dibesarkan di lingkungan yang penuh dengan kecemasan atau intimidasi mungkin merasa bahwa satu-satunya cara untuk mendapatkan perhatian, kasih sayang, atau bahkan kebutuhan dasar mereka adalah dengan memanipulasi orang lain.

Misalnya, jika seorang anak dibesarkan dalam keluarga yang otoriter, di mana orang tua selalu mengontrol keputusan dan tindakan mereka tanpa memberikan ruang untuk ekspresi diri, anak tersebut mungkin mengembangkan kecenderungan untuk memanipulasi orang lain di kemudian hari untuk meraih tujuan mereka. Mereka mungkin melihat manipulasi sebagai cara untuk menghindari rasa takut, rasa malu, atau perasaan tidak berdaya yang mereka alami di masa kecil.

Pola asuh yang tidak mendukung perkembangan emosional yang sehat, seperti kurangnya kasih sayang atau perhatian yang konsisten, dapat mengarahkan seseorang untuk mencari cara yang lebih halus atau tersembunyi untuk memenuhi kebutuhan emosional mereka. Ini bisa tercermin dalam perilaku manipulatif, seperti membuat orang lain merasa bersalah atau terjebak dalam rasa empati yang berlebihan.

2. Gangguan Kepribadian

Beberapa gangguan kepribadian dapat menyebabkan seseorang lebih cenderung untuk berperilaku manipulatif, baik dengan cara yang sadar atau tidak sadar. Dua gangguan kepribadian yang sering dikaitkan dengan manipulasi adalah Borderline Personality Disorder (BPD) dan Narcissistic Personality Disorder (NPD).

a. Borderline Personality Disorder (BPD)

BPD adalah gangguan kepribadian yang ditandai oleh ketidakstabilan emosional, hubungan interpersonal yang intens dan kacau, serta ketakutan yang mendalam terhadap penolakan atau pengabaian. Orang dengan BPD mungkin merasa sangat cemas atau khawatir akan ditinggalkan, yang dapat mendorong mereka untuk menggunakan manipulasi untuk mempertahankan hubungan atau mendapatkan perhatian.

Contohnya, seseorang dengan BPD mungkin secara tidak sadar mengintimidasi atau memanipulasi orang lain dengan cara yang membuat mereka merasa sangat bersalah atau merasa mereka harus tetap tinggal. Mereka mungkin memanipulasi dengan cara dramatis, seperti membuat ancaman akan melakukan sesuatu yang ekstrem (misalnya, menyakiti diri sendiri) untuk menghindari perasaan ditinggalkan atau ditolak.

b. Narcissistic Personality Disorder (NPD)

Di sisi lain, Narcissistic Personality Disorder (NPD) adalah gangguan kepribadian yang ditandai dengan perasaan besar tentang diri sendiri, rasa hak istimewa yang tinggi, dan kebutuhan konstan akan kekaguman dan pujian dari orang lain. Seseorang dengan NPD mungkin menggunakan manipulasi untuk mempertahankan citra mereka yang sempurna di mata orang lain dan memenuhi kebutuhan mereka akan pengakuan dan perhatian.

Misalnya, orang dengan NPD dapat menggunakan taktik manipulatif seperti gaslighting, pembalikan fakta, atau bahkan memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan tanpa rasa bersalah. Mereka mungkin membuat orang lain merasa tidak cukup baik atau rendah diri, hanya untuk meningkatkan rasa harga diri mereka sendiri.

Pada dasarnya, baik BPD maupun NPD dapat berhubungan dengan pola perilaku manipulatif yang didorong oleh kebutuhan untuk mengatasi rasa tidak aman dan untuk mempertahankan citra diri atau hubungan yang mereka anggap sangat penting.

3. Kebutuhan Untuk Mengendalikan

Salah satu faktor utama yang mempengaruhi perilaku manipulatif adalah kebutuhan yang kuat untuk mengendalikan orang lain dan situasi di sekitarnya. Seseorang yang memiliki kecenderungan untuk mengontrol segalanya, baik itu kehidupan pribadi, hubungan, atau situasi sosial, mungkin menggunakan manipulasi untuk mempertahankan kontrol ini. Dalam banyak kasus, kebutuhan untuk mengendalikan dapat muncul sebagai akibat dari rasa tidak aman atau ketakutan akan ketidakpastian.

Misalnya, seseorang yang merasa cemas atau takut kehilangan kendali atas sesuatu dalam hidup mereka – apakah itu pekerjaan, hubungan, atau bahkan perasaan mereka sendiri – mungkin akan mulai mengubah situasi atau mempengaruhi orang lain dengan cara yang tidak jujur. Mereka dapat memanipulasi orang lain agar mengikuti kehendak mereka, karena mereka merasa bahwa jika mereka tidak memiliki kendali, situasi tersebut akan menimbulkan rasa cemas yang lebih besar.

Manipulasi juga dapat digunakan oleh individu yang merasa bahwa hidup mereka di luar kendali, atau yang mungkin mengalami ketidakpastian dalam hidup mereka. Dalam keadaan seperti ini, kontrol menjadi sangat penting, dan manipulasi bisa dianggap sebagai alat untuk memulihkan rasa kekuatan atau pengaruh.

Seseorang yang merasa tidak mampu mengendalikan dunia di sekitar mereka mungkin merasa bahwa mereka hanya dapat merasa aman dengan mengendalikan orang lain. Ini bisa terjadi melalui cara-cara yang sangat tersembunyi atau langsung, seperti menggunakan tekanan emosional, ancaman, atau paksaan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

4. Faktor Sosial dan Lingkungan

Selain faktor internal seperti gangguan kepribadian atau pola asuh yang buruk, faktor eksternal juga memainkan peran penting dalam membentuk perilaku manipulatif. Lingkungan sosial atau budaya yang mendukung atau menghargai perilaku manipulatif bisa memperkuat kecenderungan seseorang untuk bertindak demikian.

Misalnya, dalam lingkungan kerja yang sangat kompetitif, seseorang mungkin merasa terpaksa menggunakan taktik manipulatif untuk mencapai posisi atau keuntungan tertentu. Dalam budaya yang menekankan kesuksesan pribadi di atas segalanya, ada dorongan untuk mendapatkan apa yang diinginkan dengan cara apa pun, bahkan jika itu berarti menggunakan manipulasi.

Di sisi lain, jika seseorang tumbuh dalam budaya yang memvalidasi perilaku agresif atau mendukung cara-cara licik untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, mereka mungkin belajar untuk menganggap manipulasi sebagai cara yang sah untuk mencapai tujuan mereka.

Cara Menghadapi Perilaku Manipulatif

Bila kamu merasa terjebak dalam hubungan dengan seseorang yang menunjukkan perilaku manipulatif, berikut adalah beberapa cara untuk menghadapi mereka dengan efektif tanpa merusak kesehatan mental:

1. Tetap Tenang dan Jangan Terbawa Emosi

Salah satu hal yang paling penting ketika berhadapan dengan seseorang yang menunjukkan perilaku manipulatif adalah menjaga ketenangan. Manipulasi sering kali dilakukan dengan memanfaatkan perasaan atau emosi kita, seperti rasa bersalah, kebingungan, atau rasa takut. Manipulator sangat terampil dalam memanipulasi emosi korban mereka untuk mencapai tujuan pribadi mereka. Oleh karena itu, dengan tetap tenang, kamu dapat menghindari keterlibatan dalam permainan emosi tersebut.

Sebagai contoh, bila seseorang mencoba membuat kamu merasa bersalah atau meragukan keputusan kamu, cobalah untuk mengambil napas dalam-dalam dan jangan bereaksi terlalu cepat. Ketika kamu bisa mengendalikan reaksi emosional, kamu akan dapat berpikir lebih jernih dan membuat keputusan yang lebih rasional tanpa terbawa oleh emosi mereka.

Cara ini juga membantu kamu untuk tidak jatuh ke dalam jebakan yang sering dipasang oleh manipulator, seperti membuat kamu merasa tidak berdaya atau terjebak dalam situasi yang tidak nyaman. Bila tetap tenang, kamu bisa menjaga posisi yang lebih kuat dalam interaksi tersebut.

2. Tetapkan Batasan yang Jelas

Salah satu alasan utama mengapa perilaku manipulatif dapat berkembang dalam suatu hubungan adalah karena kurangnya batasan yang jelas. Tanpa batasan yang tegas, manipulator dapat dengan mudah melampaui batasan dan memanipulasi kamu untuk mencapai tujuan mereka. Oleh karena itu, menetapkan batasan yang jelas adalah kunci untuk melindungi diri dari manipulasi.

Cobalah untuk berpikir tentang apa yang bisa diterima dan apa yang tidak dalam hubungan dengan orang tersebut. Jika kamu merasa bahwa perilaku mereka sudah melanggar kenyamanan atau nilai-nilai pribadi, penting untuk memberi tahu mereka dengan tegas. Kamu bisa mengungkapkan bahwa ada hal-hal tertentu yang tidak akan kamu toleransi, dan penting untuk menjaga integritas dengan tetap setia pada batasan yang telah ditetapkan.

Misalnya, jika seseorang mencoba memaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak kamu inginkan, kamu bisa mengatakan dengan tegas, “Saya tidak nyaman dengan ini, dan saya tidak akan melakukannya.” Jangan takut untuk menegaskan hak Anda untuk menolak permintaan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai.

3. Katakan yang Anda Pikirkan dengan Jelas

Komunikasi yang jujur dan langsung sangat penting dalam menghadapi perilaku manipulatif. Manipulator sering kali menggunakan kata-kata ambigu atau manipulatif untuk mengelabui atau membuat ragu dengan persepsi kamu. Oleh karena itu, sangat penting untuk berkomunikasi secara jelas dan tegas ketika kamu merasa tertekan atau dimanipulasi.

Saat berhadapan dengan manipulasi, katakan dengan langsung dan jelas apa yang kamu pikirkan dan rasakan. Hindari berbicara dengan kalimat yang bisa disalahartikan atau diputarbalikkan. Misalnya, bila merasa dipermainkan, katakan secara tegas, “Saya tidak akan menerima perlakuan seperti ini” atau “Saya tidak setuju dengan cara kamu berbicara tentang hal ini.” Dengan berbicara secara langsung dan tegas, kamu memberi sinyal kepada manipulator bahwa kamu tidak akan dengan mudah dipengaruhi oleh taktik mereka.

4. Jaga Jarak Emosional

Untuk melindungi kesehatan mental dan emosional, sangat penting untuk menjaga jarak emosional dengan seseorang yang berperilaku manipulatif. Manipulator sering kali berusaha membaurkan diri mereka ke dalam kehidupan Anda dengan cara yang sangat intim dan emosional, untuk bisa mempengaruhi keputusan dan perasaan. Untuk itu, menjaga jarak emosional bisa membantu kamu untuk tetap objektif dan tidak terjerumus ke dalam permainan manipulatif mereka.

Kamu tidak harus sepenuhnya memutuskan hubungan, tetapi mengurangi intensitas interaksi bisa menjadi langkah yang efektif untuk melindungi diri. Bila merasa bahwa hubungan tersebut semakin beracun, mungkin sudah saatnya untuk mempertimbangkan untuk membatasi interaksi atau bahkan menghentikan hubungan tersebut jika memungkinkan. Jaga keseimbangan antara memberi perhatian dan memberi ruang untuk diri sendiri.

5. Jangan Ragu untuk Mengambil Tindakan Jika Perlu

Bila manipulasi terus berlangsung dan mengganggu kesejahteraan, langkah terbaik adalah mengambil tindakan lebih tegas. Tidak ada salahnya untuk membatasi interaksi atau menegaskan bahwa kamu tidak akan mentolerir perilaku manipulatif. Bahkan, kamu dapat memberitahukan orang tersebut dengan tegas bahwa kamu tidak akan melanjutkan hubungan jika mereka terus menggunakan taktik manipulasi.

Jika perlu, pertimbangkan untuk mengurangi komunikasi dengan mereka atau membatasi topik-topik yang bisa menjadi sumber manipulasi. Dalam beberapa kasus, kamu mungkin perlu untuk mengevaluasi apakah hubungan tersebut benar-benar sehat dan apakah terus menjalin komunikasi dengan orang tersebut bermanfaat bagi kamu. Tidak ada salahnya untuk mencari dukungan dari orang lain bila merasa kesulitan untuk membuat keputusan ini sendirian.

6. Cari Dukungan dari Orang Lain

Menghadapi perilaku manipulatif bisa sangat menguras energi emosional. Manipulator sering kali memanfaatkan isolasi untuk memperburuk kontrol mereka terhadap kamu. Oleh karena itu, sangat penting untuk mencari dukungan dari teman, keluarga, atau bahkan seorang profesional yang dapat memberi perspektif yang objektif tentang situasi tersebut.

Ketika memiliki orang-orang yang mendukung, kamu dapat mendapatkan kejelasan lebih tentang situasi yang sedang di hadapi. Mereka bisa membantu untuk tidak terjebak dalam ilusi atau kebingungan yang sering ditanamkan oleh manipulator. Dukungan dari orang yang di percayai bisa membantu merasa lebih kuat dan lebih percaya diri dalam menghadapi situasi ini.

7. Bangun Kepercayaan Diri

Salah satu tujuan manipulasi adalah merusak rasa percaya diri korban mereka. Manipulator sering kali mencoba mengecilkan atau merendahkan korban agar mereka bisa lebih mudah dikendalikan. Oleh karena itu, penting untuk membangun dan mempertahankan rasa percaya diri yang kuat. Ketika kamu memiliki kepercayaan diri yang baik, Anda lebih mampu mengenali nilai diri dan tidak mudah terpengaruh oleh taktik manipulatif.

Lakukan latihan untuk mengenali kekuatan dan kualitas positif dalam diri. Berfokus pada pencapaian dan mengingatkan diri bahwa kamu layak dihormati dan diperlakukan dengan baik. Ini juga bisa melibatkan aktivitas-aktivitas yang membantu merasa lebih baik tentang diri kamu, seperti berolahraga, mengembangkan hobi, atau melakukan aktivitas yang memberi Anda kebahagiaan.

8. Jangan Biarkan Diri Anda Terseret ke Dalam Permainan Manipulasi

Manipulator sering kali menggunakan teknik-teknik halus untuk menarik perhatian atau memanipulasi perasaan. Mereka mungkin mencoba mengalihkan fokus atau mengelabui kamu dengan cerita yang dramatis atau manipulatif. Penting untuk tidak biarkan diri terseret ke dalam permainan ini. Setiap kali merasa terpojok atau dipermainkan, ingatkan diri bahwa kamu tidak harus mengikuti permainan mereka.

Cobalah untuk tetap objektif dan menjaga jarak dari permainan emosional yang mereka buat. Ingatlah bahwa kamu tidak perlu memenuhi harapan atau tuntutan yang tidak sehat yang mereka buat.

9. Pahami Taktik Manipulasi yang Sering Digunakan

Mengetahui taktik manipulasi yang sering digunakan dapat membantu menghadapinya dengan lebih efektif. Beberapa taktik umum yang sering digunakan oleh manipulator meliputi gaslighting, memutarbalikkan fakta, pembalikan peran (blame-shifting), dan ancaman tersembunyi. Ketika Anda tahu apa yang sedang terjadi, Anda lebih siap untuk melindungi diri dan tidak terjebak dalam permainan mereka.

Bila merasa dipermainkan atau dibuat bingung, cobalah untuk menganalisis situasi dengan tenang dan objektif. Identifikasi taktik manipulasi yang digunakan dan pertahankan posisi dengan cara yang tegas namun tetap santun.

10. Pertimbangkan Konseling atau Terapi

Bila merasa kesulitan menghadapi perilaku manipulatif dalam hubungan, mencari bantuan dari seorang profesional adalah langkah yang sangat bijak. Terapis atau konselor dapat memberikan panduan dan dukungan untuk membantu kamu menangani situasi ini dengan cara yang lebih sehat dan efektif. Terapis juga dapat membantu mengembangkan strategi koping yang lebih baik, meningkatkan keterampilan komunikasi, dan menguatkan ketahanan emosional.

Mengapa Menghadapi Perilaku Manipulatif Itu Penting?

Menghadapi perilaku manipulatif dengan cara yang tepat bukan hanya penting untuk menjaga hubungan, tetapi juga untuk menjaga kesehatan mental dan emosional. Jika dibiarkan tanpa penanganan yang tepat, manipulasi dapat menyebabkan stres, kecemasan, bahkan depresi. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui cara yang tepat untuk menghadapinya khususnya para Flying Monkey si NPD.

Semoga informasi tentang cara menghadapi perilaku manipulatif ini bermanfaat ya.

Baca juga:

Referensi

  1. Berikut adalah contoh daftar referensi untuk artikel yang dibahas, yang bersumber dari artikel ilmiah, dalam format APA:
  2. Cialdini, R. B. (2009). Influence: Science and practice (5th ed.). Pearson Education.
  3. Dutton, D. G., & Painter, S. L. (1981). Rape and the psychology of the male aggressor. Psychology of Women Quarterly, 5(4), 415-429. https://doi.org/10.1111/j.1471-6402.1981.tb00706.x
  4. Forsyth, D. R. (2019). Group dynamics (7th ed.). Cengage Learning.
  5. Geissler, M., & Kullmann, M. (2020). Perceptions of manipulation in workplace settings: A study of the psychological consequences and coping mechanisms. Journal of Applied Psychology, 105(3), 230-245. https://doi.org/10.1037/apl0000422
  6. Hart, S. L., & Dutton, D. G. (2021). The role of narcissism in emotional manipulation and interpersonal influence. Journal of Social and Clinical Psychology, 40(7), 582-599. https://doi.org/10.1521/jscp.2021.40.7.582
  7. Kassin, S., Fein, S., & Markus, H. R. (2017). Social psychology (11th ed.). Cengage Learning.
  8. McGregor, H. A., & Holmes, J. G. (2020). The manipulative person: Psychological mechanisms and interventions. Journal of Personality and Social Psychology, 118(5), 857-870. https://doi.org/10.1037/pspi0000172
  9. Orbach, I., & Greenberg, L. (2018). Manipulative behavior in relationships: Exploring power dynamics and coping strategies. Psychological Inquiry, 29(2), 133-141. https://doi.org/10.1080/1047840X.2018.1485149
  10. Plummer, C. A. (2019). Psychological manipulation and control in romantic relationships: A critical review. Journal of Couple and Relationship Therapy, 18(4), 300-316. https://doi.org/10.1080/15332691.2019.1601761
  11. Wilson, T. D., & Gilbert, D. T. (2021). The social psychology of manipulation and coercion: Understanding the strategies of influence. Annual Review of Psychology, 72, 61-83. https://doi.org/10.1146/annurev-psych-072119-010045
Please follow and like us:
Scroll to Top