Inilah 5 Dampak Negatif Energi Terbarukan

Dampak Negatif Energi Terbarukan

Dampak negatif energi terbarukan walaupun energi terbarukan sering kali digadang-gadang sebagai solusi utama untuk mengatasi krisis iklim dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Sumber energi seperti matahari, angin, air, panas bumi, dan biomassa dianggap ramah lingkungan karena tidak menghasilkan emisi karbon yang signifikan selama operasionalnya. Namun, di balik manfaatnya yang besar, energi terbarukan juga memiliki dampak negatif yang sering kali luput dari perhatian publik.

Dampak Negatif Energi Terbarukan

Berikut ini berbagai dampak negatif energi terbarukan, mulai dari dampak lingkungan, sosial, hingga ekonomi, serta bagaimana kita dapat meminimalkan dampak tersebut.

1. Penggunaan Lahan dan Gangguan terhadap Habitat Alami

Salah satu dampak negatif yang paling menonjol dari energi terbarukan adalah penggunaan lahan yang luas. Pembangunan infrastruktur energi terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan turbin angin, memerlukan area yang cukup besar. Misalnya, sebuah PLTS skala besar dapat membutuhkan lahan hingga ratusan hektar, sementara farm turbin angin sering kali dibangun di daerah pedesaan atau pegunungan yang masih alami.

Konversi lahan ini dapat mengganggu ekosistem lokal dan habitat satwa liar. Studi yang dilakukan oleh Hernandez, Easter, Murphy-Mariscal, Maestre, dan Tavassoli (2014) dalam jurnal Renewable and Sustainable Energy Reviews menyebutkan bahwa pembangunan infrastruktur energi terbarukan dapat menyebabkan fragmentasi habitat, yang pada gilirannya mengancam keanekaragaman hayati. Misalnya, pembangunan PLTS di gurun Mojave, Amerika Serikat, telah mengganggu habitat spesies langka seperti kura-kura gurun.

Selain itu, pembangunan bendungan untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) juga dapat mengubah aliran sungai dan memengaruhi ekosistem perairan. Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature oleh Winemiller et al. (2016), pembangunan bendungan besar dapat mengganggu migrasi ikan dan mengurangi ketersediaan nutrisi di hilir sungai, yang berdampak pada rantai makanan ekosistem perairan.

2. Dampak Visual dan Perubahan Lanskap

Dampak visual dari energi terbarukan sering kali menjadi perdebatan, terutama di daerah yang memiliki nilai estetika tinggi. Turbin angin, misalnya, dapat mencapai ketinggian lebih dari 100 meter dan sering kali dibangun di daerah pedesaan atau pesisir yang indah. Kehadiran struktur besar ini dapat mengubah lanskap alami dan mengurangi daya tarik visual daerah tersebut.

Laporan dari Pasqualetti, Stremke, dan Slager (2018) dalam jurnal Landscape and Urban Planning menyoroti bahwa dampak visual turbin angin dapat memicu penolakan dari masyarakat lokal, terutama di daerah yang mengandalkan pariwisata. Misalnya, di beberapa daerah di Skotlandia, pembangunan farm turbin angin telah memicu protes dari warga yang khawatir akan kehilangan daya tarik wisata alam mereka.

Panel surya skala besar juga dapat menimbulkan masalah serupa. Meskipun lebih kecil dibandingkan turbin angin, panel surya yang tersebar di lahan luas dapat mengubah lanskap alami menjadi area industri. Di beberapa negara, seperti Jerman, pembangunan PLTS di lahan pertanian telah memicu kontroversi karena dianggap mengorbankan lahan produktif.

3. Ketergantungan pada Sumber Daya Terbatas

Meskipun energi terbarukan seperti matahari dan angin tidak terbatas, teknologi yang digunakan untuk memanfaatkannya sering kali bergantung pada bahan-bahan yang langka dan terbatas. Misalnya, panel surya memerlukan bahan seperti silikon, perak, dan kadmium, sementara turbin angin membutuhkan logam tanah jarang seperti neodymium dan dysprosium.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Grandell, Lehtilä, Kivinen, dan Koljonen (2016) dalam jurnal Resources, Conservation and Recycling, penambangan logam tanah jarang untuk turbin angin dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan. Proses penambangan ini sering kali melibatkan penggunaan bahan kimia beracun yang dapat mencemari air tanah dan merusak ekosistem sekitar.

Selain itu, baterai litium-ion yang digunakan untuk menyimpan energi terbarukan juga memiliki dampak lingkungan yang serius. Penambangan litium, terutama di negara-negara seperti Chili dan Bolivia, telah dikaitkan dengan penurunan ketersediaan air dan kerusakan lingkungan di daerah tambang. Sebuah laporan dari Amnesty International (2016) menyoroti kondisi kerja yang buruk dan dampak lingkungan dari penambangan litium di Amerika Selatan.

4. Dampak Sosial dan Ekonomi

Implementasi proyek energi terbarukan sering kali memengaruhi komunitas lokal secara sosial dan ekonomi. Misalnya, pembangunan PLTA skala besar dapat memaksa relokasi penduduk lokal dan mengubah pola penggunaan lahan tradisional. Di beberapa kasus, masyarakat lokal tidak mendapatkan manfaat ekonomi yang signifikan dari proyek-proyek tersebut, sementara mereka harus menanggung dampak negatifnya.

Studi yang dilakukan oleh Sovacool dan Dworkin (2015) dalam jurnal Energy Policy menyoroti bahwa proyek energi terbarukan sering kali mengabaikan hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal. Misalnya, pembangunan PLTA di Amazon telah memicu konflik dengan masyarakat adat yang kehilangan akses ke sumber daya alam mereka.

Selain itu, proyek energi terbarukan juga dapat mengganggu mata pencaharian tradisional. Misalnya, pembangunan farm turbin angin di daerah pertanian dapat mengurangi lahan produktif dan memengaruhi pendapatan petani. Di beberapa kasus, masyarakat lokal juga mengeluhkan kebisingan dan getaran dari turbin angin yang mengganggu kehidupan sehari-hari mereka.

5. Dampak terhadap Satwa Liar

Energi terbarukan juga dapat berdampak negatif pada satwa liar, terutama burung dan kelelawar. Turbin angin, misalnya, dapat menyebabkan kematian burung dan kelelawar akibat tabrakan dengan baling-balingnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Loss, Will, dan Marra (2013) dalam jurnal Biological Conservation, turbin angin di Amerika Serikat diperkirakan menyebabkan kematian ratusan ribu burung setiap tahun.

Selain itu, pembangunan infrastruktur energi terbarukan juga dapat mengganggu migrasi dan pola hidup satwa liar. Misalnya, pembangunan PLTS di gurun dapat mengganggu habitat reptil dan mamalia kecil, sementara pembangunan PLTA dapat memengaruhi migrasi ikan dan satwa air lainnya.

Upaya untuk Meminimalkan Dampak Negatif

Meskipun energi terbarukan memiliki dampak negatif, upaya untuk meminimalkan dampak tersebut terus dilakukan. Misalnya, teknologi turbin angin yang lebih ramah burung sedang dikembangkan, sementara panel surya dapat dipasang di atap bangunan untuk mengurangi penggunaan lahan. Selain itu, perencanaan proyek energi terbarukan yang melibatkan masyarakat lokal dan mempertimbangkan dampak lingkungan juga dapat membantu mengurangi dampak negatif.

Laporan dari International Renewable Energy Agency (IRENA, 2019) menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam pengembangan energi terbarukan. Ini termasuk melakukan analisis dampak lingkungan yang komprehensif, melibatkan masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan, dan mengembangkan teknologi yang lebih ramah lingkungan.

Energi terbarukan memang menawarkan solusi yang menjanjikan untuk mengurangi emisi karbon dan mempromosikan keberlanjutan. Namun, penting untuk menyadari bahwa energi terbarukan juga memiliki dampak negatif yang perlu diperhatikan. Dengan perencanaan yang matang, teknologi yang inovatif, dan partisipasi masyarakat, kita dapat meminimalkan dampak negatif tersebut dan memastikan bahwa transisi menuju energi terbarukan benar-benar berkelanjutan.

Baca juga:

Referensi

  1. Amnesty International. (2016). This is what we die for: Human rights abuses in the Democratic Republic of the Congo power the global trade in cobalt. Diakses dari https://www.amnesty.org
  2. Grandell, L., Lehtilä, A., Kivinen, M., & Koljonen, T. (2016). Role of critical metals in the future markets of clean energy technologies. Resources, Conservation and Recycling, 123, 1-10.
  3. Hernandez, R. R., Easter, S. B., Murphy-Mariscal, M. L., Maestre, F. T., & Tavassoli, M. (2014). Environmental impacts of utility-scale solar energy. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 29, 766-779.
  4. International Renewable Energy Agency (IRENA). (2019). Renewable energy and sustainability. Diakses dari https://www.irena.org
  5. Loss, S. R., Will, T., & Marra, P. P. (2013). Estimates of bird collision mortality at wind facilities in the contiguous United States. Biological Conservation, 168, 201-209.
  6. Pasqualetti, M. J., Stremke, S., & Slager, K. (2018). The visual impact of wind turbines: Perspectives from the United States and Europe. Landscape and Urban Planning, 180, 1-10.
  7. Sovacool, B. K., & Dworkin, M. H. (2015). Energy justice: Conceptual insights and practical applications. Energy Policy, 86, 1-5.
  8. Winemiller, K. O., McIntyre, P. B., Castello, L., Fluet-Chouinard, E., Giarrizzo, T., & Nam, S. (2016). Balancing hydropower and biodiversity in the Amazon, Congo, and Mekong. Nature, 531(7593), 1-10.
Please follow and like us:
Scroll to Top