Anak Aktif Cenderung Pintar – Setiap orang tua pasti merasa gemas dan bangga melihat buah hatinya tak bisa diam. Berlari, melompat, memanjat, dan tak henti bertanya adalah pemandangan yang biasa. Banyak yang kemudian berkomentar, “Wah, anak aktif cenderung pintar, ya!” Namun, benarkah pernyataan tersebut hanya sekadar ungkapan penghibur ataukah ada kebenaran ilmiah di baliknya?
Setelah ditelisik lebih dalam melalui berbagai penelitian, ternyata anggapan bahwa anak aktif cenderung pintar memiliki dasar yang kuat. Keaktifan yang ditunjukkan si Kecil, baik secara fisik maupun mental, merupakan stimulasi alami yang mendorong perkembangan kognitifnya secara optimal.
Anak Aktif Cenderung Pintar: Apa Kata Sains?
Sebuah penelitian pivotal yang diterbitkan dalam Journal of International Journal of Environmental Research and Public Health mengungkap hubungan signifikan antara aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada anak. Studi tersebut menyimpulkan bahwa partisipasi dalam olahraga dan aktivitas fisik pada masa kanak-kanak secara positif mempengaruhi fungsi kognitif dan emosional mereka.
Mengapa periode ini begitu krusial? Masa kanak-kanak, terutama usia akhir, adalah periode keemasan (golden period) untuk perkembangan motorik, fungsi kognitif, dan yang tak kalah penting, fungsi eksekutif. Fungsi eksekutif adalah sekumpulan keterampilan mental yang mencakup kemampuan untuk merencanakan, fokus, mengingat instruksi, dan mengerjakan multi-tasking. Singkatnya, inilah “CEO” di dalam otak anak.
Mekanisme di Balik Hubungan Anak Aktif dan Kepintaran
Lalu, bagaimana tepatnya aktivitas fisik dapat membuat anak yang aktif cenderung pintar? Berikut mekanismenya:
- Saat anak aktif bergerak, detak jantungnya meningkat, sehingga sirkulasi darah menjadi lebih lancar. Darah yang kaya oksigen dan nutrisi pun mengalir lebih optimal ke otak. Kondisi ini sangat penting untuk menutrisi sel-sel otak dan mendukung segala proses berpikir.
- Aktivitas fisik diketahui dapat merangsang produksi Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF), sejenis protein yang bertindak seperti “pupuk” bagi otak. BDNF mendukung pertumbuhan, diferensiasi, dan kelangsungan hidup sel-sat saraf (neuron), khususnya di area yang berkaitan dengan memori dan belajar, seperti hippocampus.
- Setiap gerakan yang dilakukan anak, dari yang sederhana seperti merangkak hingga yang kompleks seperti menendang bola, melibatkan koordinasi jutaan saraf. Pengulangan gerakan ini akan memperkuat koneksi antar saraf (sinapsis), membentuk “jalan raya” informasi yang lebih efisien di dalam otaknya.
- Permainan fisik, terutama yang terstruktur seperti olahraga tim, mengharuskan anak untuk mengikuti aturan, berganti peran, dan membuat strategi. Ini secara langsung melatih fungsi eksekutif-nya, termasuk inhibitory control (mengendalikan impuls), working memory (ingatan jangka pendek), dan cognitive flexibility (kemampuan berpindah pikiran).
Dengan demikian, klaim bahwa anak aktif cenderung pintar bukanlah isapan jempol belaka. Aktif bergerak tidak hanya menyehatkan badan, tetapi secara harfiah “membangun” dan “mengasah” otak si Kecil.
Seperti Apa Tanda Anak Aktif yang Cenderung Pintar?
Kepintaran seorang anak seringkali dikaitkan secara sempit dengan nilai akademis yang tinggi. Padahal, kecerdasan memiliki banyak dimensi. Menurut The School Run, anak yang aktif cenderung pintar biasanya menunjukkan kebiasaan dan sikap berikut ini:
- Rasa Ingin Tahu yang Tinggi: Anak tidak pernah berhenti bertanya. “Apa ini, Ma?”, “Kenapa bisa begitu?”, “Bagaimana cara kerjanya?” adalah pertanyaan yang sering meluncur dari mulutnya. Ini menunjukkan otaknya aktif memproses informasi baru.
- Percaya Diri dan Mandiri: Ia percaya bahwa dirinya mampu menyelesaikan tugas. Ia akan berusaha memakai sepatunya sendiri atau menyusun balok tanpa mudah menyerah.
- Fokus dan Berorientasi Tujuan: Ketika mengerjakan sesuatu yang disukai (misalnya menyusun puzzle), ia akan menunjukkan fokus yang tinggi dan berusaha menyelesaikannya.
- Proaktif dan Tidak Menunda: Ia cenderung langsung mengerjakan tugas atau tantangan yang diberikan, bukan menundanya.
- Komunikatif dan Tidak Malu Bertanya: Ia aktif meminta tolong ketika menghadapi kesulitan dan tidak sungkan untuk bertanya jika ada hal yang tidak dipahami. Ini menunjukkan kemampuannya untuk mengenali keterbatasan dan mencari solusi.
- Mau Menerima Masukan: Anak yang pintar biasanya terbuka terhadap nasihat, arahan, atau koreksi dari orang dewasa untuk memperbaiki diri.
Tanda-tanda di atas menggambarkan keaktifan yang purposeful (bertujuan). Inilah yang membedakan sekadar “hiperaktif” dengan “aktif” yang menandakan kecerdasan.
Anak Aktif: Tanda Kecerdasan atau Hanya Kelebihan Energi?
Inilah pertanyaan yang sering membingungkan orang tua. Kapan keaktifan itu tanda kecerdasan, dan kapan itu hanya gejala kelebihan energi?
Anak Aktif sebagai Tanda Kecerdasan:
- Keaktifannya terarah dan memiliki tujuan (ingin menyelidiki sesuatu, memuaskan rasa ingin tahu).
- Ia dapat fokus dalam waktu lama pada aktivitas yang menantang dan disukainya.
- Gerakannya seringkali terkait dengan eksplorasi dan pembelajaran (memutar-mutar mainan untuk melihatnya dari sudut berbeda, membongkar pasang untuk memahami mekanisme).
Anak Aktif karena Kelebihan Energi:
- Gerakannya seringkali tidak terarah, seperti berlari-lari tanpa tujuan yang jelas.
- Sulit untuk duduk tenang dan fokus, bahkan pada aktivitas yang seharusnya menyenangkan.
- Hiperaktivitas ini juga bisa dipicu oleh faktor lain seperti kurang tidur, stres, atau bahkan kurangnya perhatian dari orang tua.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), anak yang aktif secara fisik justru cenderung belajar lebih efektif. Namun, penting bagi orang tua untuk mengamati pola keaktifan anak dan memastikan energi tersebut tersalurkan dengan positif.
Cara Mendukung si Kecil Tumbuh Menjadi Anak yang Aktif dan Cerdas
Peran orang tua sangat sentral dalam mengarahkan energi si Kecil menjadi fondasi kecerdasannya. Berikut adalah beberapa strategi yang bisa Mama dan Papa terapkan:
1. Ajak si Kecil untuk Aktif Bergerak dan Berolahraga
Manfaatkan masa keemasannya dengan memperkenalkan berbagai jenis aktivitas fisik. Olahraga aerobik seperti berlari, berenang, atau bersepeda terbukti dapat meningkatkan volume hippocampus, area otak yang bertanggung jawab untuk memori dan belajar. Olahraga tim seperti bermain sepak bola, basket, atau kasti mengajarkan kerja sama, strategi, dan disiplin, yang semuanya mengasah fungsi eksekutif. Bermain di alam luar dengan membiarkannya memanjat pohon yang rendah, melompati genangan, atau sekadar berlari-lari di rumput dapat melatih motorik kasar, keseimbangan, dan keberanian.
2. Latih Otak dengan Permainan yang Menantang
Olahraga tidak hanya untuk badan, tapi juga untuk otak. Permainan konstruktif seperti lego, puzzle, dan balok susun adalah cara terbaik untuk melatih keterampilan visual-spasial, pemecahan masalah, dan kesabaran, permainan logika berupa permainan papan sederhana seperti ular tangga atau catur anak-anak dapat melatih strategi dan berpikir maju. Permainan peran seperti bermain dokter-dokteran atau masak-masakan dapat mengasah kreativitas, bahasa, dan kemampuan sosial-emosional.
3. Eksplorasi Dunia dengan Berwisata Alam dan Edukasi
Perkaya wawasan dan pengetahuannya dengan pengalaman langsung. Jelajahi alam dengan mengajaknya mendaki gunung, pergi ke pantai, atau sekadar berkebun untuk mengajarkannya tentang sains, biologi, dan mencintai lingkungan. Kunjungi tempat edukasi seperti museum, kebun binatang, akuarium, dan planetarium yang merupakan “laboratorium hidup” yang membuat belajar menjadi menyenangkan dan memorable.
4. Penuhi Kebutuhan Gizi yang Optimal
Otak yang aktif membutuhkan bahan bakar yang tepat. Tanpa nutrisi yang baik, klaim anak aktif cenderung pintar tidak akan optimal. Pastikan menu hariannya mengandung makanan bergizi seimbang yang mencakup karbohidrat kompleks, protein, lemak sehat seperti dari ikan salmon dan alpukat, serta berbagai vitamin dan mineral. Untuk melengkapi kebutuhan nutrisinya, berikan susu pertumbuhan yang difortifikasi dengan FOS:GOS 1:9 yang berperan sebagai prebiotik dengan rasio khusus untuk kesehatan saluran cerna yang erat kaitannya dengan kesehatan otak, DHA & EPA sebagai asam lemak omega-3 yang merupakan bahan baku utama untuk pembentukan dan perkembangan sel otak, zat besi yang penting untuk proses membawa oksigen ke otak dan mencegah anemia yang dapat menurunkan konsentrasi, serta vitamin dan mineral lainnya seperti Kolin, AA, dan Sphingomyelin yang mendukung transmisi saraf.
Dengan menerapkan keempat strategi ini secara konsisten, orang tua tidak hanya mendukung fisik yang sehat tetapi juga membangun fondasi kecerdasan yang kokoh untuk masa depan si Kecil.
Jadi, benarkah anak aktif cenderung pintar? Jawabannya adalah ya, asalkan keaktifan tersebut diarahkan dan didukung dengan stimulasi serta nutrisi yang tepat. Keaktifan anak adalah anugerah yang menunjukkan bahwa otaknya sedang bekerja dan berkembang dengan pesat. Tugas kita sebagai orang tua adalah menjadi fasilitator yang menyediakan lingkungan yang aman, stimulasi yang kaya, dan nutrisi yang optimal untuk memastikan setiap langkah lincahnya membawanya menjadi pribadi yang tidak hanya sehat, tetapi juga cerdas dan berkarakter.
Baca juga:
- 9 Dampak Negatif pada Otak Anak yang Sering Dimarahi
- Ini 10 Peran Kakak dalam Keluarga
- Ini Looh 5 Tanda-Tanda Orang Sok Pintar
- 12 Kebiasaan Unik Orang Cerdas yang Jarang Diketahui
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Anak saya sangat aktif sampai sulit dikendalikan. Apakah ini normal atau tanda ADHD?
Kegiatan yang sulit dikendalikan memang wajar pada anak, terutama balita. Namun, yang membedakan anak aktif normal dengan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah tingkat dan dampaknya. Anak dengan ADHD biasanya menunjukkan gejala di berbagai setting (rumah, sekolah), sulit fokus pada aktivitas yang tenang, sering bertindak impulsif tanpa memikirkan konsekuensi, dan perilakunya sudah mengganggu kehidupan sosial dan akademisnya. Jika orang tua khawatir, konsultasikan kepada dokter anak atau psikolog untuk diagnosis yang tepat.
2. Anak saya lebih pendiam dan tidak terlalu aktif. Apakah berarti dia tidak pintar?
Sama sekali tidak. Setiap anak memiliki temperamen yang berbeda. Konsep “aktif” di sini tidak hanya berarti aktif secara fisik. Anak yang pendiam bisa sangat “aktif” secara mental—misalnya, dengan banyak mengamati, membaca, atau berpikir dalam-dalam. Kecerdasan memiliki banyak jenis, seperti kecerdasan musikal, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis, yang tidak selalu ditunjukkan dengan keaktifan fisik yang tinggi.
3. Dari usia berapa hubungan antara aktivitas fisik dan kecerdasan ini mulai terbentuk?
Hubungan ini mulai terbentuk sejak sangat dini, bahkan sejak masa bayi. Ketika bayi belajar tengkurap, merangkak, dan mengambil mainan, ia sedang membentuk koneksi saraf yang fundamental. Masa balita (1-5 tahun) adalah periode yang sangat kritis di mana stimulasi motorik kasar dan halus sangat berpengaruh pada perkembangan kognitifnya.
4. Berapa lama waktu ideal anak beraktivitas fisik dalam sehari?
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan anak usia 1-5 tahun untuk menghabiskan setidaknya 180 menit (3 jam) aktivitas fisik dengan berbagai intensitas dalam sehari, yang disebar sepanjang hari. Untuk anak usia 3-4 tahun, setidaknya 60 menit di antaranya harus berupa aktivitas fisik dengan intensitas sedang hingga tinggi.
5. Apakah bermain gadget termasuk aktivitas yang membuat anak “aktif” dan pintar?
Bermain gadget umumnya bersifat pasif dan tidak melibatkan gerakan fisik yang signifikan. Meskipun ada aplikasi edukatif yang dapat mengajarkan hal-hal tertentu, waktu menatap layar yang berlebihan justru dikaitkan dengan keterlambatan bicara, gangguan tidur, dan kurangnya aktivitas fisik. American Academy of Pediatrics (AAP) menekankan pentingnya “screen-free” bagi anak di bawah 18 bulan dan membatasi waktu layar yang berkualitas untuk anak yang lebih besar. Aktivitas fisik nyata dan interaksi sosial langsung tetap yang terbaik untuk merangsang kecerdasan anak.
Referensi
- Singh, A. S., Saliasi, E., van den Berg, V., Uijtdewilligen, L., de Groot, R. H. M., Jolles, J., Andersen, L. B., Bailey, R., Chang, Y.-K., Diamond, A., Ericsson, I., Etnier, J. L., Fedewa, A. L., Hillman, C. H., McMorris, T., Pesce, C., Pühse, U., Tomporowski, P. D., & Chinapaw, M. J. M. (2019). Effects of physical activity interventions on cognitive and academic performance in children and adolescents: A novel combination of a systematic review and recommendations from an expert panel. British Journal of Sports Medicine, 53(10), 640–647. https://doi.org/10.1136/bjsports-2017-098136
- Vazou, S., Pesce, C., Lakes, K., & Smiley-Oyen, A. (2019). More than one road leads to Rome: A narrative review and meta-analysis of physical activity intervention effects on cognition in youth. International Journal of Sport and Exercise Psychology, 17(2), 153–178.
https://doi.org/10.1080/1612197X.2016.1223423 - Donnelly, J. E., Hillman, C. H., Castelli, D., Etnier, J. L., Lee, S., Tomporowski, P., Lambourne, K., & Szabo-Reed, A. N. (2016). Physical activity, fitness, cognitive function, and academic achievement in children: A systematic review. Medicine and Science in Sports and Exercise, 48(6), 1197–1222. https://doi.org/10.1249/MSS.0000000000000901
- Haapala, E. A., Vaisto, J., Lintu, N., Westgate, K., Ekelund, U., Poikkeus, A. M., Brage, S., Lakka, T. A. (2017). Physical activity and sedentary time in relation to academic achievement in children. Journal of Science and Medicine in Sport, 20(6), 583–589. https://doi.org/10.1016/j.jsams.2016.11.003
- Hillman, C. H., Pontifex, M. B., Castelli, D. M., Khan, N. A., Raine, L. B., Scudder, M. R., Drollette, E. S., Moore, R. D., Wu, C. T., & Kamijo, K. (2014). Effects of the FITKids randomized controlled trial on executive control and brain function. Pediatrics, 134(4), e1063–e1071.
https://doi.org/10.1542/peds.2013-3219 - López-Vicente, M., Garcia-Aymerich, J., Torrent-Pallicer, J., Forns, J., Ibarluzea, J., Lertxundi, N., González, L., Fritsch, N., Murcia, M., Andiarena, A., Riaño, I., Tardón, A., Julvez, J., Sunyer, J., & The INMA Project. (2017). Are early physical activity and sedentary behaviors related to working memory at 7 and 14 years of age? Journal of Pediatrics, 188, 35–41.e1. https://doi.org/10.1016/j.jpeds.2017.05.079
- Pesce, C., Masci, I., Marchetti, R., Vazou, S., Sääkslahti, A., & Tomporowski, P. D. (2016). Deliberate play and preparation jointly benefit motor and cognitive development: Mediated and moderated effects. Frontiers in Psychology, 7, 349. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2016.00349
- Zeng, N., Ayyub, M., Sun, H., Wen, X., Xiang, P., & Gao, Z. (2017). Effects of physical activity on motor skills and cognitive development in early childhood: A systematic review. BioMed Research International, 2017, 2760716. https://doi.org/10.1155/2017/2760716




