Apa Itu Soft Spoken? Mengenal Ciri-Ciri dan Gaya Komunikasinya

Soft Spoken

Soft spoken semakin sering muncul dalam perbincangan, baik di media sosial maupun dalam kehidupan sehari-hari. Gaya berbicara ini dianggap sebagai salah satu cara untuk menciptakan hubungan yang lebih harmonis dan nyaman di tengah berbagai tekanan hidup. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan soft spoken, dan mengapa sifat ini begitu dihargai?

Pengertian Soft Spoken

Secara harfiah, soft spoken berasal dari dua kata bahasa Inggris: “soft” yang berarti lembut dan “spoken” yang berarti berbicara. Jika digabungkan, istilah ini merujuk pada cara berbicara seseorang yang lembut, tenang, dan penuh pengendalian diri. Menurut dictionary.com, soft spoken menggambarkan seseorang yang berbicara dengan suara halus, ramah, dan persuasif. Ini adalah gaya komunikasi yang tidak hanya menyenangkan untuk didengar tetapi juga menciptakan suasana damai bagi lawan bicara.

Dalam budaya Indonesia, berbicara lemah lembut sering kali diasosiasikan dengan kesopanan dan penghormatan terhadap orang lain. Di banyak keluarga, anak-anak diajarkan untuk berbicara dengan nada rendah sebagai tanda penghormatan kepada orang yang lebih tua. Namun, soft spoken tidak sekadar tentang volume suara. Ini adalah kombinasi dari nada, pilihan kata, dan sikap dalam berkomunikasi

Mengapa Soft Spoken Menjadi Populer?

Gaya komunikasi yang lembut seperti soft spoken memiliki banyak manfaat, baik dalam hubungan personal maupun profesional. Berikut adalah beberapa alasan mengapa gaya ini semakin relevan:

1. Meningkatkan Kesehatan Mental

Dalam situasi penuh tekanan, berbicara dengan nada lembut dapat membantu meredakan emosi, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa nada suara yang lembut dapat menurunkan tingkat stres dan meningkatkan rasa nyaman. Hal ini sangat penting, terutama di era modern di mana tekanan hidup sering kali terasa luar biasa. Gaya berbicara yang lembut bisa menjadi cara efektif untuk menciptakan suasana hati yang lebih positif, baik di tempat kerja maupun di rumah.

2. Memperbaiki Hubungan Sosial

Orang yang berbicara dengan lembut cenderung dianggap lebih empatik dan pengertian. Hal ini membuat mereka lebih mudah menjalin hubungan yang harmonis dengan orang lain. Dengan gaya komunikasi ini, mereka mampu menciptakan ruang aman untuk berbicara tanpa rasa takut dihakimi. Ini sangat membantu dalam membangun kepercayaan, baik dalam lingkup keluarga, pertemanan, maupun hubungan profesional.

3. Pengaruh Media Sosial

Platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter kerap mempromosikan gaya hidup yang santai dan positif. Banyak influencer yang menampilkan diri sebagai sosok yang tenang, menggunakan gaya komunikasi soft spoken untuk menarik audiens. Video ASMR (Autonomous Sensory Meridian Response) menjadi salah satu contoh populer, di mana suara lembut digunakan untuk memberikan efek relaksasi bagi pendengar. Fenomena ini menunjukkan bahwa gaya komunikasi yang lembut memiliki daya tarik yang universal di era digital.

4. Mencerminkan Kedewasaan

Gaya komunikasi ini sering diasosiasikan dengan kepribadian yang matang. Kemampuan untuk mengendalikan emosi dan berbicara dengan sopan menunjukkan kedewasaan seseorang. Orang yang mampu berbicara dengan nada lembut biasanya memiliki kontrol diri yang baik, yang sangat dihargai dalam situasi sosial maupun profesional. Ini juga menandakan bahwa mereka mampu menyesuaikan diri dengan berbagai situasi, menunjukkan fleksibilitas dan kecerdasan emosional yang tinggi.

5. Menghindari Konflik

Dalam banyak situasi, nada suara yang lembut dapat meredakan ketegangan dan mencegah terjadinya konflik. Orang yang soft spoken cenderung menggunakan pendekatan damai dalam menyelesaikan masalah. Ketika menghadapi perbedaan pendapat, mereka lebih memilih untuk mendengarkan daripada mendominasi percakapan. Pendekatan ini tidak hanya mengurangi potensi pertikaian tetapi juga membuka ruang untuk solusi yang lebih konstruktif.

6. Nilai Empati dan Kemanusiaan

Di tengah dunia yang sering kali penuh dengan konflik dan persaingan, mereka yang soft spoken menghadirkan pendekatan yang lebih manusiawi. Ini menjadi magnet bagi banyak orang yang merindukan ketenangan. Orang yang berbicara dengan lembut sering kali memberikan kesan peduli dan tulus, menciptakan hubungan yang lebih mendalam. Dalam lingkungan kerja, misalnya, gaya komunikasi ini dapat meningkatkan kolaborasi tim dan menciptakan budaya kerja yang lebih sehat.

Ciri-Ciri Orang Soft Spoken

Gaya komunikasi soft spoken memiliki daya tarik tersendiri yang dapat menciptakan suasana yang damai dan harmonis. Berikut ini beberapa ciri utama yang dapat membantu kamu mengenali seseorang dengan karakter ini:

1. Nada Suara yang Lembut

Orang dengan gaya soft spoken biasanya berbicara dengan nada suara yang tenang dan tidak memaksa. Bahkan ketika mereka berbicara panjang lebar, mereka tetap menjaga ketenangan dalam intonasi, sehingga menciptakan rasa nyaman bagi lawan bicara. Nada suara yang lembut ini sering kali membuat mereka lebih mudah diterima dalam berbagai lingkungan sosial.

2. Komunikasi yang Empatik

Soft spoken bukan hanya tentang bagaimana berbicara, tetapi juga bagaimana mendengarkan. Mereka memperhatikan lawan bicara dengan seksama, menunjukkan kepedulian terhadap apa yang dirasakan atau diungkapkan oleh orang lain. Empati yang mereka tunjukkan sering kali membuat orang merasa dihargai dan dimengerti.

3. Sikap Tenang

Penampilan seseorang yang soft spoken sering kali terlihat tenang dan ramah. Sikap ini tidak hanya mencerminkan kepribadian mereka, tetapi juga memberikan rasa aman dan nyaman bagi siapa saja yang berinteraksi dengan mereka. Tenang di luar juga mencerminkan kestabilan emosi di dalam.

4. Penggunaan Bahasa yang Positif

Seseorang yang soft spoken cenderung memilih kata-kata yang membangun dan menginspirasi. Mereka lebih memilih untuk memuji dan memberikan apresiasi dibandingkan mengkritik secara langsung. Bahkan ketika mereka harus memberikan masukan, bahasa yang mereka gunakan tetap terasa lembut dan tidak menyakitkan.

5. Kemampuan Mengendalikan Diri

Kemampuan untuk mengontrol emosi dan respons terhadap situasi yang sulit adalah salah satu ciri paling menonjol dari seorang soft spoken. Mereka tidak mudah terpancing emosi, bahkan dalam kondisi yang penuh tekanan. Hal ini membuat mereka terlihat lebih matang dan bijaksana, sekaligus menjadi teladan dalam mengelola konflik atau ketegangan.

Bagaimana Melatih Diri untuk Menjadi Soft Spoken?

Bila merasa ingin mengembangkan gaya komunikasi soft spoken, berikut beberapa langkah praktisnya.

1. Latih Nada Suara

Cobalah untuk berbicara dengan nada yang lebih lembut saat berbicara dengan orang lain. Hindari berbicara dengan nada tinggi atau terlalu keras. Latihan ini bisa dimulai dari percakapan sederhana di rumah, seperti berbicara dengan anggota keluarga atau teman dekat. Kamu juga bisa merekam suara untuk mengevaluasi intonasi dan volume.

2. Perhatikan Pilihan Kata

Pilih kata-kata yang positif dan membangun. Hindari komentar yang dapat menyakiti perasaan orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya, gantilah kritik tajam dengan saran yang konstruktif. Membiasakan diri dengan kata-kata yang lembut akan meningkatkan kualitas komunikasi kamu secara keseluruhan.

3. Belajar Mendengarkan

Jadilah pendengar yang baik. Dengarkan tanpa menyela dan tunjukkan bahwa Anda peduli dengan apa yang dikatakan orang lain. Menunjukkan empati melalui mendengarkan bisa dilakukan dengan memberikan tanggapan yang relevan atau sekadar mengangguk untuk menunjukkan perhatian. Hindari menyela pembicaraan kecuali benar-benar diperlukan.

4. Kendalikan Emosi

Belajarlah untuk mengelola emosi kamu, terutama saat menghadapi situasi yang memancing kemarahan. Tarik napas dalam-dalam sebelum merespons, dan pikirkan dampak dari kata-kata. Dengan menenangkan diri terlebih dahulu, kamu dapat menghindari ucapan yang mungkin disesali kemudian. Teknik seperti meditasi atau mindfulness juga bisa membantu mengelola emosi.

5. Berlatih dengan Konsisten

Seperti halnya keterampilan lainnya, menjadi soft spoken membutuhkan latihan yang konsisten. Cobalah melatih diri setiap hari dengan cara sederhana, seperti berbicara lebih lembut ketika memberikan instruksi atau berinteraksi dengan orang lain di tempat kerja. Buat jurnal untuk mencatat perkembangan agar lebih termotivasi.

6. Berinteraksi dengan Lingkungan yang Mendukung

Lingkungan yang mendukung dapat membantu kamu mengembangkan kebiasaan berbicara yang lembut. Carilah teman atau komunitas yang mengutamakan komunikasi positif. Dengan berada di lingkungan yang serupa, akan lebih mudah menyesuaikan diri dan mempraktikkan gaya komunikasi ini.

7. Pelajari dari Orang Lain

Amati dan pelajari dari mereka yang sudah memiliki gaya komunikasi soft spoken. Kamu bisa meniru cara mereka berbicara, mendengarkan, dan merespons situasi tertentu. Bila memungkinkan, mintalah saran atau umpan balik dari mereka untuk meningkatkan kemampuan kamu.

8. Gunakan Bahasa Tubuh yang Mendukung

Komunikasi tidak hanya tentang kata-kata; bahasa tubuh juga memainkan peran penting. Pastikan bahasa tubuh kamu mendukung pesan yang ingin disampaikan, seperti menjaga kontak mata, tersenyum, dan menjaga postur tubuh yang terbuka.

Tentu saja, menjadi soft spoken juga memiliki tantangannya. Beberapa di antaranya meliputi:

  • Gaya berbicara yang lembut kadang dianggap sebagai tanda kelemahan atau kurang tegas.
  • Dalam situasi tertentu, suara yang lembut mungkin tidak cukup untuk menarik perhatian, terutama di tengah keramaian.
  • Melatih diri untuk menjadi soft spoken tidak bisa dilakukan dalam semalam. Ini adalah proses jangka panjang yang membutuhkan dedikasi.

Semoga informasi ini bermanfaat, terimakasih.

Baca juga:

Referensi

  • Brown, P., & Levinson, S. C. (1987). Politeness: Some universals in language usage. Cambridge University Press.
  • Crossley, S. A., Allen, L. K., & McNamara, D. S. (2017). Text simplification and comprehensible input: A case for an intuitive approach. Language Learning & Technology, 21(2), 131-161. https://doi.org/10.1111/lang.20217
  • DeVito, J. A. (2019). The interpersonal communication book (15th ed.). Pearson.
  • Holmes, J. (2013). An introduction to sociolinguistics (4th ed.). Routledge. https://doi.org/10.4324/9781315816980
  • Lakoff, R. (1973). The logic of politeness; or, minding your p’s and q’s. Papers from the Regional Meeting of the Chicago Linguistic Society, 9(1), 292-305.
  • Wilson, T. D., & Gilbert, D. T. (2005). Affective forecasting: Knowing what to want. Current Directions in Psychological Science, 14(3), 131-134. https://doi.org/10.1111/j.0963-7214.2005.00355.x
Please follow and like us:
Scroll to Top