Anak Down Syndrome itu Seperti Apa? Penyebab dan Jenisnya

Anak Down Syndrome

Anak Down Syndrome – Kehadiran seorang anak adalah anugerah terindah. Setiap orang tua tentu mengharapkan buah hatinya terlahir sempurna dan sehat. Namun, terkadang jalan yang diberikan Tuhan memiliki rencana yang berbeda, termasuk dengan menghadirkan anak down syndrome dalam keluarga. Mendapatkan diagnosis bahwa buah hati adalah anak down syndrome bisa terasa seperti gempa bumi yang mengguncang hidup. Perasaan sedih, bingung, dan takut akan masa depan anak adalah hal yang wajar.

Namun, penting untuk diingat bahwa anak down syndrome tetaplah anugerah yang membawa kebahagiaan dan pelajaran hidup yang luar biasa. Dengan pemahaman, penerimaan, dan dukungan yang tepat, anak down syndrome dapat tumbuh menjadi pribadi yang ceria, mandiri, dan membanggakan.

Apa Itu Down Syndrome?

Down syndrome atau yang dalam bahasa Indonesia sering disebut sindrom Down adalah suatu kondisi kelainan genetik yang terjadi ketika seorang anak memiliki kelebihan materi genetik pada kromosom nomor 21. Normalnya, manusia memiliki 23 pasang kromosom (total 46), yang setengahnya diturunkan dari ayah dan setengahnya dari ibu. Pada anak down syndrome, terdapat salinan ekstra pada kromosom ke-21 ini, sehingga total kromosomnya menjadi 47. Kondisi inilah yang dikenal dengan istilah Trisomi 21.

Kelebihan kromosom inilah yang mengubah jalannya perkembangan tubuh dan otak, menyebabkan anak down syndrome mengalami berbagai tantangan, baik dalam hal perkembangan fisik maupun mental. Penting untuk ditekankan bahwa down syndrome bukanlah penyakit, melainkan kondisi genetik yang akan dibawa seumur hidup. Anak down syndrome bukanlah anak yang sakit, mereka hanya berkembang dengan cara yang berbeda.

Penyebab Anak Down Syndrome

Banyak yang bertanya-tanya, apa sebenarnya penyebab down syndrome? Sampai saat ini, penyebab pasti dari kelainan pembelahan sel yang menghasilkan kelebihan kromosom 21 ini belum diketahui secara pasti. Peristiwa ini terjadi secara acak dan spontan, serta bukan disebabkan oleh hal-hal yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh orang tua selama kehamilan.

Namun, terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan peluang memiliki anak down syndrome:

  • Usia Ibu saat Hamil: Risiko melahirkan anak down syndrome meningkat seiring bertambahnya usia ibu, terutama setelah usia 35 tahun. Hal ini dikaitkan dengan kualitas sel telur yang juga menurun seiring usia. Namun, penting dicatat bahwa karena angka kelahiran pada ibu usia muda lebih tinggi, secara statistik justru lebih banyak anak down syndrome yang lahir dari ibu di bawah 35 tahun.
  • Riwayat Keluarga: Memiliki satu anak down syndrome sedikit meningkatkan risiko untuk memiliki anak dengan kondisi yang sama pada kehamilan berikutnya. Selain itu, jika orang tua membawa gen translokasi kromosom 21 (salah satu jenis down syndrome), risiko menurunkan kondisi ini pada anak menjadi lebih tinggi.
  • Faktor Keturunan (Translokasi): Seperti disebutkan, hanya pada jenis down syndrome translokasi yang memiliki faktor keturunan yang jelas.

Jenis-Jenis Down Syndrome

Tidak banyak yang tahu bahwa down syndrome terbagi menjadi tiga jenis. Memahami jenisnya membantu dalam mengetahui karakteristiknya.

  • Trisomi 21 (Standard Trisomy 21): Jenis yang paling umum, terjadi pada sekitar 95% kasus. Pada jenis ini, setiap sel dalam tubuh anak memiliki tiga salinan kromosom 21.
  • Translokasi: Jenis ini terjadi pada sekitar 4% kasus. Salinan ekstra kromosom 21 tidak berdiri sendiri, tetapi menempel atau “bertranslokasi” pada kromosom lain, biasanya kromosom 14. Jenis inilah yang bisa diturunkan dari orang tua yang membawa gen translokasi seimbang (balanced carrier).
  • Mosaik (Mosaicism): Jenis ini paling jarang terjadi. Pada down syndrome mosaik, hanya beberapa sel yang memiliki 47 kromosom (dengan kelebihan kromosom 21), sementara sel lainnya normal (46 kromosom). Karena tidak semua sel terpengaruh, ciri-ciri down syndrome pada anak dengan jenis mosaik seringkali tidak terlalu jelas dan tingkat disabilitas intelektualnya mungkin lebih ringan.

Ciri-Ciri dan Tanda Anak Down Syndrome

Anak down syndrome biasanya memiliki ciri-ciri fisik yang khas dan dapat dikenali, meskipun tingkat keparahannya bisa bervariasi pada setiap individu. Ciri-ciri tersebut antara lain:

  • Wajah yang cenderung datar, terutama pada bagian pangkal hidung.
  • Bentuk mata sipit dan miring ke atas, sering disertai dengan bintik Brushfield (bintik putih pada iris mata).
  • Lidah yang cenderung menonjol (protruding tongue) karena ukuran mulut yang kecil dan lidah yang relatif besar.
  • Leher pendek dengan kulit di belakang leher yang tampak berlipat.
  • Telapak tangan lebar dengan jari-jari yang pendek. Seringkali terdapat satu garis melintang di telapak tangan (simian crease). Terdapat jarak yang lebar antara jari kaki pertama dan kedua.
  • Tonus otot yang lemah (hipotonia), membuat bayi terlihat lemas dan fleksibel.
  • Postur tubuh yang lebih pendek dibandingkan anak seusianya.

Selain ciri fisik, anak down syndrome juga akan menunjukkan tanda-tanda perkembangan yang perlu dipantau:

  • Anak terlambat dalam mencapai tonggak perkembangan seperti tengkurap, duduk, merangkak, dan berjalan.
  • Perkembangan bahasa dan bicara yang lambat, membutuhkan terapi wicara untuk membantunya.
  • Tingkat kecerdasan (IQ) anak down syndrome umumnya berada dalam kategori ringan hingga sedang. Ini berarti mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk belajar, tetapi tetap mampu mempelajari banyak hal.

Masalah Kesehatan yang Sering Menyertai Anak Down Syndrome

Anak down syndrome lebih rentan mengalami beberapa masalah kesehatan. Deteksi dini dan penanganan yang tepat sangat penting.

  • Sekitar 50% anak down syndrome terlahir dengan kelainan struktur jantung, seperti defek septum ventrikel (VSD) atau atrium (ASD).
  • Risiko gangguan pendengaran (akibat infeksi telinga atau saraf) dan penglihatan (seperti katarak, mata juling, rabun) lebih tinggi.
  • Hipotiroidisme adalah kondisi yang sering ditemukan dan perlu dipantau melalui tes darah rutin.
  • Gangguan pencernaan seperti penyakit Hirschsprung (penyumbatan usus) atau celiac disease.
  • Gangguan pernapasan saat tidur akibat sumbatan pada saluran napas, karena struktur wajah dan tenggorokan yang khas.
  • Anak down syndrome cenderung lebih mudah mengalami kelebihan berat badan.
  • Ketidakstabilan tulang atlas dan aksis pada leher yang dapat berisiko cedera.
  • Risiko terkena leukemia limfoblastik akut lebih tinggi dibandingkan populasi umum.

Oleh karena itu, pemeriksaan kesehatan rutin dan komprehensif oleh dokter spesialis anak, jantung, THT, dan mata sangat direkomendasikan.

Penanganan dan Terapi untuk Anak Down Syndrome

Kabar baiknya, dengan kemajuan medis dan pendidikan, kualitas hidup anak down syndrome telah meningkat pesat. Down syndrome tidak dapat disembuhkan, tetapi intervensi dini dengan berbagai terapi dapat membantu memaksimalkan potensi anak.

  • Intervensi dini (Early Intervention) merupakan program terstruktur yang dimulai sejak bayi, dirancang untuk merangsang perkembangan di semua area.
  • Terapi Fisioterapi ini fokus untuk memperkuat otot, meningkatkan keseimbangan, koordinasi, dan mengajarkan keterampilan motorik kasar (seperti duduk, berdiri, berjalan).
  • Terapi wicara membantu anak down syndrome dalam melatih otot-otot mulut untuk mengunyah, menelan, dan berbicara dengan lebih jelas. Juga melatih kemampuan berkomunikasi dan memahami bahasa.
  • Terapi Okupasi berfokus pada keterampilan motorik halus (memegang sendok, menulis), serta kemandirian dalam Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) seperti makan, mandi, dan berpakaian.
  • Terapi Perilaku membantu anak mengelola emosi, mengatasi frustrasi, dan mengembangkan keterampilan sosial yang positif.

Selain terapi, dukungan medis seperti obat-obatan untuk mengatasi kondisi penyerta (jantung, tiroid) atau bahkan operasi (untuk memperbaiki jantung atau pencernaan) mungkin diperlukan.

Peran Keluarga dalam Mendukung Anak Down Syndrome

Peran keluarga, terutama orang tua, adalah pilar terpenting dalam kehidupan anak down syndrome. Berikut adalah beberapa tips untuk orang tua:

  • Langkah pertama adalah menerima kondisi anak sepenuhnya. Cinta dan dukungan adalah fondasi utama bagi kebahagiaan dan perkembangannya.
  • Pelajari semua hal tentang down syndrome. Kita adalah suara anak di dunia, baik di lingkungan medis, sekolah, maupun masyarakat.
  • Terus latih keterampilan yang diajarkan di terapi dalam keseharian. Ajak anak bermain, bernyanyi, dan membaca buku.
  • Setiap anak memiliki ritmenya sendiri. Bandingkan perkembangannya dengan dirinya sendiri, bukan dengan anak lain. Rayakan setiap langkah kecil, seperti ketika ia akhirnya bisa memegang botolnya sendiri.
  • Bergabung dengan komunitas orang tua yang memiliki anak down syndrome dapat memberikan kekuatan, berbagi pengalaman, dan mengurangi perasaan terisolasi.
  • Mengasuh anak dengan kebutuhan khusus bisa melelahkan. Pastikan Anda dan pasangan juga memiliki waktu untuk beristirahat dan memulihkan energi.

Sekolah dan Masa Depan Anak Down Syndrome

Pendidikan adalah hak bagi setiap anak, termasuk anak down syndrome. Saat ini, sudah banyak pilihan sekolah yang inklusif atau Sekolah Luar Biasa (SLB) yang dapat menampung anak dengan kebutuhan khusus. Dengan dukungan yang tepat, banyak anak down syndrome yang mampu:

  • Menyelesaikan pendidikan.
  • Memiliki keterampilan hidup mandiri.
  • Bekerja di lingkungan yang suportif.
  • Menjalin hubungan persahabatan dan bahkan asmara.
  • Menikmati hidup yang berkualitas dan produktif.

Memiliki anak down syndrome adalah sebuah perjalanan hidup yang unik dan penuh makna. Meski diwarnai dengan tantangan, perjalanan ini juga dipenuhi dengan momen kebahagiaan, kebanggaan, dan pelajaran tentang cinta tanpa syarat. Dengan pemahaman, penerimaan, intervensi dini, dan dukungan tanpa henti dari keluarga dan komunitas, setiap anak down syndrome berhak untuk meraih potensi terbaiknya dan menjalani kehidupan yang bermakna dan membahagiakan.

Baca juga:

FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)

1. Apakah down syndrome bisa disembuhkan?

Tidak, down syndrome adalah kondisi genetik seumur hidup dan tidak dapat disembuhkan. Namun, dengan terapi, dukungan, dan perawatan medis yang tepat, kualitas hidup anak down syndrome dapat sangat ditingkatkan.

2. Bisakah down syndrome terdeteksi selama kehamilan?

Ya. Terdapat dua jenis pemeriksaan: tes skrining (seperti USG NT dan NIPT) untuk memperkirakan risiko, dan tes diagnostik (seperti Amniosentesis dan CVS) untuk memastikan diagnosis. Konsultasikan dengan dokter kandungan untuk pilihan terbaik.

3. Apa saja masalah kesehatan utama yang dihadapi anak down syndrome?

Masalah kesehatan yang paling serius adalah penyakit jantung bawaan. Selain itu, gangguan pendengaran, penglihatan, tiroid, dan sleep apnea juga perlu diwaspadai dan dipantau secara rutin.

4. Bagaimana cara mengasah bakat anak down syndrome?

Sama seperti anak lainnya, amati minat dan ketertarikannya. Apakah ia suka musik, menari, melukis, atau olahraga? Berikan kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai aktivitas. Anak down syndrome seringkali memiliki bakat di bidang seni dan memiliki kepribadian yang penyayang.

5. Berapa harapan hidup anak down syndrome?

Dengan kemajuan medis, terutama dalam penanganan penyakit jantung bawaan, harapan hidup anak down syndrome telah meningkat signifikan. Kini, banyak individu dengan down syndrome yang dapat hidup hingga usia 60 tahun bahkan lebih, dengan kualitas hidup yang baik.

6. Apakah anak down syndrome bisa hidup mandiri?

Tingkat kemandirian setiap anak bervariasi. Banyak dari mereka yang, dengan pelatihan dan dukungan yang konsisten sejak dini, mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, bekerja di lingkungan yang terlindungi, bahkan ada yang bisa tinggal sendiri dengan pengawasan minimal.

Referensi

  1. Bull, M. J., & the Committee on Genetics. (2022). Health supervision for children with Down syndrome. Pediatrics, 149(5), e2022057010. https://doi.org/10.1542/peds.2022-057010
  2. Startin, C. M., D’Souza, H., Ball, G., Hamburg, S., Hithersay, R., Hughes, K. M. O., Massand, E., Karmiloff-Smith, A., Thomas, M. S. C., & Strydom, A. (2020). Health comorbidities and cognitive abilities across the lifespan in Down syndrome. Journal of Neurodevelopmental Disorders, 12(1), 4. https://doi.org/10.1186/s11689-019-9306-9
  3. Vis, J. C., Duffels, M. G. J., Winter, M. M., Weijerman, M. E., Cobben, J. M., Huisman, S. A., & Mulder, B. J. M. (2009). Down syndrome: A cardiovascular perspective. Journal of Intellectual Disability Research, 53(5), 419-425. https://doi.org/10.1111/j.1365-2788.2009.01158.x
  4. Grieco, J., Pulsifer, M., Seligsohn, K., Skotko, B., & Schwartz, A. (2015). Down syndrome: Cognitive and behavioral functioning across the lifespan. American Journal of Medical Genetics Part C: Seminars in Medical Genetics, 169(2), 135-149. https://doi.org/10.1002/ajmg.c.31439
  5. Lana-Elola, E., Watson-Scales, S. D., Fisher, E. M. C., & Tybulewicz, V. L. J. (2011). Down syndrome: Searching for the genetic culprits. Disease Models & Mechanisms, 4(5), 586-595. https://doi.org/10.1242/dmm.008078
  6. Parker, S. E., Mai, C. T., Canfield, M. A., Rickard, R., Wang, Y., Meyer, R. E., Anderson, P., Mason, C. A., Collins, J. S., Kirby, R. S., & Correa, A. (2010). Updated national birth prevalence estimates for selected birth defects in the United States, 2004–2006. Birth Defects Research Part A: Clinical and Molecular Teratology, 88(12), 1008-1016. https://doi.org/10.1002/bdra.20735
  7. Centers for Disease Control and Prevention. (2024, December 26). Facts about Down syndrome. National Center on Birth Defects and Developmental Disabilities. https://www.cdc.gov/ncbddd/birthdefects/downsyndrome.html
Scroll to Top