Fearful avoidant attachment style memang bisa menjadi tantangan besar dalam hubungan, tetapi dengan pemahaman dan usaha untuk mengatasi pola-pola ini, kamu bisa mulai membangun hubungan yang lebih sehat dan stabil.
Tipe ini bisa dibilang langka, tetapi dampaknya dalam hubungan sangat besar dan tak jarang memunculkan tantangan emosional yang cukup berat. Buat kamu yang sedang mengalami atau mungkin penasaran tentang tipe attachment style ini, artikel ini akan mengulasnya secara mendalam dari berbagai sudut pandang.
Apa Itu Fearful Avoidant Attachment Style?
Secara umum, attachment style mengacu pada cara seseorang membangun hubungan emosional dengan orang lain, biasanya dimulai sejak masa kanak-kanak dan berlanjut hingga dewasa. Setiap individu memiliki pola atau gaya keterikatan yang berbeda, dan ini mempengaruhi bagaimana mereka berinteraksi dalam hubungan interpersonal, terutama hubungan romantis.
Fearful avoidant attachment style sendiri bisa dianggap sebagai gabungan antara dua gaya attachment yang berbeda, yaitu anxious attachment dan avoidant attachment. Jadi, seseorang dengan gaya keterikatan ini merasa cemas terhadap hubungan, merasa takut ditinggalkan atau diabaikan, tetapi pada saat yang sama, mereka juga menghindar dan cenderung menarik diri saat hubungan menjadi terlalu dekat. Ini jelas bisa jadi dilema besar karena ada keinginan untuk merasa dicintai dan diterima, tetapi ada juga rasa takut dan ketidakmampuan untuk sepenuhnya membuka diri.
Ciri-Ciri Fearful Avoidant Attachment Style
Bagaimana cara mengenali seseorang yang memiliki fearful avoidant attachment style? Ada beberapa ciri khas yang bisa membantu kamu mengidentifikasinya, meskipun tentu saja tidak semua orang akan menunjukkan semua tanda ini.
1. Takut Akan Kedekatan
Orang dengan fearful avoidant attachment biasanya sangat takut jika hubungan mereka menjadi terlalu dekat. Mereka cemas akan kehilangan independensi dan merasa terjebak oleh kedekatan tersebut. Mereka cenderung menghindari komitmen yang dalam dan lebih suka menjaga jarak.
2. Ingin Dekat, Tapi Takut Terlalu Dekat
Ironisnya, meskipun mereka takut akan kedekatan, mereka juga mendambakan hubungan yang lebih dekat dan penuh kasih sayang. Jadi, seringkali mereka merasa bingung dan terjebak dalam dilema antara menginginkan kedekatan emosional dan ketakutan untuk terlibat terlalu dalam.
3. Kesulitan Percaya pada Orang Lain
Orang dengan gaya ini cenderung merasa sulit untuk mempercayai orang lain, bahkan pasangan mereka. Mereka mungkin berpikir bahwa orang lain tidak dapat diandalkan, atau mereka akan dikhianati jika terlalu terbuka. Ini membuat mereka cenderung menyembunyikan perasaan mereka dan menjaga jarak emosional.
4. Tindakannya Berlawanan dengan Perasaannya
Seseorang dengan fearful avoidant attachment style mungkin menunjukkan perilaku yang tidak konsisten, seperti menarik diri dari pasangan ketika mereka merasa cemas atau takut kehilangan, meskipun di sisi lain mereka menginginkan perhatian dan kasih sayang.
5. Perasaan Tidak Cukup Baik
Rasa rendah diri yang cukup mendalam juga sering terlihat pada individu dengan attachment style ini. Mereka sering merasa bahwa mereka tidak layak mendapatkan cinta atau perhatian yang diberikan oleh orang lain.
6. Sering Menghindari Konflik
Seseorang dengan fearful avoidant attachment style biasanya akan menghindari konfrontasi atau diskusi yang memunculkan emosi kuat. Ketika masalah muncul dalam hubungan, mereka cenderung menarik diri daripada menghadapinya secara langsung.
7. Kemungkinan Perilaku Kekerasan
Dalam beberapa kasus yang lebih ekstrem, orang dengan fearful avoidant attachment bisa menunjukkan perilaku kekerasan dalam hubungan. Ini biasanya terjadi ketika mereka merasa sangat terancam atau tidak aman dalam hubungan tersebut.
Penyebab Fearful Avoidant Attachment Style
Gaya attachment ini biasanya berkembang dari pengalaman masa kecil yang penuh ketidakpastian. Pengalaman buruk dengan pengasuh, terutama orang tua, dapat menciptakan pola pikir dan perasaan yang sulit untuk diubah saat seseorang tumbuh dewasa. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengembangkan fearful avoidant attachment style meliputi:
1. Pengasuhan yang Tidak Konsisten
Jika orang tua atau pengasuh menunjukkan perilaku yang tidak konsisten — kadang penuh kasih sayang, kadang jauh dan acuh — anak-anak akan merasa bingung dan tidak tahu bagaimana seharusnya mereka menghubungkan diri dengan orang lain. Ketidakpastian ini bisa berlanjut hingga dewasa.
2. Trauma Emosional
Pengalaman traumatis seperti pengabaian emosional atau fisik dari orang tua atau pengasuh dapat membentuk sikap defensif pada anak. Mereka menjadi sangat takut untuk dekat dengan orang lain karena rasa takut akan pengkhianatan atau penolakan.
3. Ketidakstabilan dalam Kehidupan Anak
Anak yang tumbuh dalam lingkungan yang penuh ketidakstabilan, misalnya pengasuhan yang penuh stres atau kesulitan ekonomi, cenderung mengembangkan pola attachment yang cemas dan menghindar. Mereka merasa tidak aman dengan orang lain dan cenderung menjaga jarak.
4. Kurangnya Kasih Sayang
Salah satu penyebab paling umum dari fearful avoidant attachment adalah kurangnya kasih sayang dari orang tua. Anak-anak yang tidak merasa dicintai atau dihargai oleh orang tua mereka mungkin mengalami kesulitan dalam percaya bahwa mereka pantas mendapatkan cinta dari orang lain.
Bagaimana Mengatasi Fearful Avoidant Attachment Style?
Jika kamu merasa memiliki fearful avoidant attachment style atau berhubungan dengan seseorang yang memiliki gaya ini, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk menghadapinya dan memperbaiki kualitas hubungan. Berikut adalah beberapa tips untuk mengatasi tantangan yang timbul dari gaya keterikatan ini:
1. Pahami Diri Sendiri
Langkah pertama dengan memahami diri sendiri dan mengenali pola perilaku yang mungkin muncul dalam hubungan. Mengetahui apa yang menyebabkan ketakutan atau kecemasan dalam hubungan bisa sangat membantu. Dengan kesadaran diri ini, kamu bisa mulai mengambil langkah-langkah kecil untuk mengubah cara pandang dan respons terhadap kedekatan emosional.
2. Latihan Mindfulness
Mindfulness atau kesadaran penuh adalah cara yang efektif untuk mengelola ketakutan dan kecemasan dalam hubungan. Dengan mindfulness, kamu bisa lebih fokus pada saat ini dan menghindari melibatkan diri dalam pemikiran atau perasaan yang berlebihan tentang masa depan hubungan.
3. Komunikasikan Kebutuhanmu
Jangan takut untuk berbicara dengan pasanganmu tentang perasaan dan kebutuhan emosional yang kamu rasakan. Meskipun terkadang sulit untuk membuka diri, komunikasi yang terbuka dan jujur bisa membantu pasanganmu memahami lebih baik tentang apa yang kamu rasakan.
4. Pelajari Cara Mengatur Emosi
Mengelola emosi adalah keterampilan penting untuk menghadapi ketakutan dalam hubungan. Belajarlah untuk mengenali emosi yang muncul, menghadapinya dengan cara yang sehat, dan tidak menarik diri terlalu jauh saat perasaanmu terguncang.
5. Dapatkan Dukungan Profesional
Jika kamu merasa kesulitan untuk mengatasi fearful avoidant attachment style sendirian, bicarakan masalah ini dengan seorang terapis atau konselor. Terapis yang berpengalaman dapat membantu mengidentifikasi akar penyebab ketakutan ini dan memberi kamu alat untuk menghadapinya dengan cara yang lebih sehat.
6. Ciptakan Keamanan dalam Hubungan
Salah satu kunci untuk mengatasi fearful avoidant attachment style adalah menciptakan rasa aman dalam hubungan. Ini bisa berarti memberikan ruang bagi pasangan untuk tetap merasa dihargai, sambil berusaha menjaga keseimbangan antara kedekatan dan kebebasan pribadi.
Jika kamu merasa bahwa kamu atau pasanganmu mengalami fearful avoidant attachment style, ingatlah bahwa hal ini bukan sesuatu yang tidak bisa diubah. Dengan waktu, kesabaran, dan usaha untuk memahami diri sendiri, kamu dapat membangun hubungan yang lebih sehat dan memuaskan. Semoga bermanfaat.
Baca juga: Avoidant Attachment Style: Penyebab, Ciri, dan Dampaknya
Referensi
- Bowlby, J. (1969). Attachment and loss: Volume I. Attachment. Basic Books.
- Mikulincer, M., & Shaver, P. R. (2016). Attachment in adulthood: Structure, dynamics, and change. Guilford Press.
- Bartholomew, K., & Horowitz, L. M. (1991). Attachment styles among young adults: A test of a four-category model. Journal of Personality and Social Psychology, 61(2), 226-244. https://doi.org/10.1037/0022-3514.61.2.226
- Collins, N. L., & Feeney, B. C. (2000). A safe haven: An attachment theory perspective on support seeking and caregiving in intimate relationships. Journal of Personality and Social Psychology, 78(6), 1053-1073. https://doi.org/10.1037/0022-3514.78.6.1053
- Gillath, O., Karantzas, G. C., & Fraley, R. C. (2016). Attachment in adulthood: A move toward a more comprehensive model of attachment. Current Opinion in Psychology, 13, 93-98. https://doi.org/10.1016/j.copsyc.2016.04.008
- Fearon, R. M. P., & Belsky, J. (2016). Attachment and the development of the social brain. Current Directions in Psychological Science, 25(3), 175-179. https://doi.org/10.1177/0963721416638193
- Shaver, P. R., & Mikulincer, M. (2006). Attachment in adulthood: Structure, dynamics, and change. Handbook of Attachment: Theory, Research, and Clinical Applications (pp. 623-643). Guilford Press.
- Fraley, R. C., & Shaver, P. R. (2000). Adult romantic attachment: Theoretical developments, emerging controversies, and unanswered questions. Review of General Psychology, 4(2), 132-154. https://doi.org/10.1037/1089-2680.4.2.132
- McWilliams, N. (2011). Psychoanalytic psychotherapy: A practitioner’s guide. Guilford Press.
- Simpson, J. A., & Rholes, W. S. (2015). Attachment theory and research: New directions and emerging themes. Guilford Press.