6 Tahapan Cara Menanam Hidroponik Tanpa Ribet, Hasil Melimpah

Cara Menanam Hidroponik

Cara menanam hidroponik belakangan ini semakin populer di kalangan urban farmer, ibu rumah tangga, bahkan pebisnis pertanian. Kenapa? Karena sistem tanam ini tidak butuh lahan luas, bisa dilakukan di rumah, dan hasilnya lebih cepat dibanding tanam konvensional.

Tapi, meski terkesan modern, masih banyak yang bingung gimana sih cara menanam hidroponik yang benar? Apakah harus pakai alat mahal? Bagaimana kalau gagal?

Hidroponik adalah metode menanam tanpa tanah, di mana tanaman tumbuh dengan media air yang sudah diberi nutrisi khusus. Akar tanaman langsung menyerap larutan nutrisi, sehingga pertumbuhannya lebih cepat dan hasilnya lebih optimal. Adapun manfaat Hidroponik:

  • Tidak perlu lahan luas, bisa pakai botol bekas, pipa paralon, atau rak vertikal di dinding.
  • Tanaman tumbuh lebih cepat, nutrisi langsung diserap akar, tidak perlu “berjuang” cari makanan di tanah.
  • Tidak ada ulat, cacing, atau jamur yang biasa menyerang tanaman di kebun.
  • Sistem sirkulasi nutrisi membuat air tidak terbuang percuma.
  • Tidak tergantung musim hujan/kemarau.

Tertarik mencoba? Yuk, kita bahas jenis-jenis hidroponik yang cocok untuk pemula!

Sistem Hidroponik yang Paling Sering Dipakai

Sebelum terjun ke dunia hidroponik, penting untuk mengenal berbagai sistem tanam yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan anggaran. Setiap metode memiliki keunggulan dan tantangannya sendiri, jadi pilihlah yang paling sesuai dengan kondisi dan tujuan bertanam kamu.

1. Sistem Wick (Sumbu) – Pilihan Terbaik untuk Pemula

Sistem wick merupakan teknik hidroponik paling sederhana yang sangat cocok bagi mereka yang baru pertama kali mencoba. Cara kerjanya mengandalkan sumbu, bisa dari kain flanel atau sumbu kompor, yang berfungsi menyerap larutan nutrisi dari bawah dan mengalirkannya ke media tanam di atas. Kelebihan utamanya adalah kemudahan dalam pembuatan, bahkan bisa memanfaatkan botol bekas sebagai wadah tanam. Sistem ini sangat hemat karena tidak memerlukan listrik atau peralatan mahal, sehingga siapa pun bisa mempraktikkannya di rumah.

2. Sistem NFT (Nutrient Film Technique) – Efisien untuk Skala Lebih Besar

Jika Anda ingin menanam dalam jumlah lebih banyak, sistem NFT bisa menjadi pilihan tepat. Teknik ini bekerja dengan mengalirkan lapisan tipis larutan nutrisi di dasar pipa paralon, di mana akar tanaman akan menyerap nutrisi secara langsung. Namun, sistem ini membutuhkan pompa air listrik untuk menjaga sirkulasi nutrisi tetap lancar. Tanaman seperti kangkung, selada, dan pakcoy sangat cocok dibudidayakan dengan metode ini karena memiliki akar yang tidak terlalu dalam.

3. Sistem Drip (Irigasi Tetes) – Presisi dalam Pemberian Nutrisi

Bagi yang menginginkan kontrol lebih akurat terhadap pemberian nutrisi, sistem drip adalah jawabannya. Nutrisi diberikan secara perlahan melalui selang kecil yang menetes langsung ke media tanam. Keunggulan utama sistem ini adalah kemampuannya untuk diotomatisasi menggunakan timer, sehingga Anda tidak perlu khawatir lupa menyiram tanaman. Sistem ini sangat efisien untuk tanaman yang membutuhkan asupan nutrisi stabil tanpa risiko kelebihan air.

4. Sistem DFT (Deep Flow Technique) – Solusi untuk Tanaman Jangka Panjang

Berbeda dengan NFT yang mengalirkan nutrisi tipis, sistem DFT menjaga akar tanaman terendam dalam larutan nutrisi secara terus-menerus. Hal ini membuatnya sangat cocok untuk tanaman berumur panjang seperti tomat dan cabai, yang membutuhkan pasokan nutrisi konsisten. Namun, sistem ini memerlukan pengawasan ekstra untuk memastikan kadar oksigen dalam air tetap cukup, sehingga akar tidak membusuk.

5. Sistem Aeroponik – Teknologi Tinggi dengan Hasil Maksimal

Aeroponik merupakan teknik hidroponik paling canggih di mana akar tanaman dibiarkan menggantung di udara dan nutrisi disemprotkan dalam bentuk kabut. Metode ini menghasilkan pertumbuhan tanaman yang sangat cepat karena akar mendapatkan oksigen dan nutrisi secara optimal. Namun, sistem ini membutuhkan peralatan khusus seperti nozzle penyemprot dan pompa bertekanan tinggi, sehingga biayanya relatif mahal dan lebih cocok untuk mereka yang serius menjalankan hidroponik skala komersial.

6. Sistem Rakit Apung (Floating) – Simpel dan Efektif

Sistem rakit apung menggunakan media tanam seperti styrofoam yang mengambang di atas larutan nutrisi. Akar tanaman akan tumbuh ke bawah dan menyerap nutrisi langsung dari air. Teknik ini sering digunakan untuk menanam selada karena kesederhanaannya dan tidak memerlukan peralatan rumit. Namun, sistem ini kurang cocok untuk tanaman berakar dalam atau yang membutuhkan sirkulasi udara lebih baik di sekitar akar.

Bila kamu baru memulai, sistem wick atau NFT sederhana merupakan pilihan terbaik. Keduanya tidak membutuhkan investasi besar, mudah dipelajari, dan bisa dibuat menggunakan bahan-bahan yang tersedia di sekitar rumah. Setelah terbiasa, kamu dapat mencoba sistem lain yang lebih kompleks untuk meningkatkan hasil panen.

Cara Menanam Hidroponik Sistem Wick

Membuat sistem hidroponik sederhana ternyata bisa dilakukan oleh siapa saja dengan bahan-bahan yang mudah ditemukan di rumah. Berikut penjelasan detail cara membuat hidroponik menggunakan botol bekas yang praktis dan ekonomis.

1. Persiapan Alat dan Bahan

Untuk memulai proyek hidroponik sederhana ini, kamu perlu menyiapkan beberapa bahan utama. Botol air mineral bekas berukuran 1,5 liter akan menjadi wadah utama sistem hidroponik kita. Selain itu, siapkan gunting atau cutter untuk memodifikasi botol, sumbu kompor atau kain flanel sebagai media penyerap nutrisi, serta media tanam seperti rockwool, cocopeat, atau sekam bakar. Jangan lupa menyiapkan bibit tanaman yang ingin dibudidayakan (selada, kangkung, atau sawi sangat cocok untuk pemula), nutrisi hidroponik AB Mix, dan tentunya air bersih.

2. Tahap Pembuatan Wadah

Langkah selanjutnya dalam pembuatan sistem hidroponik ini adalah mempersiapkan wadah tanam. Potong botol plastik bekas menjadi dua bagian yang sama besar – bagian atas (mulut botol) dan bagian bawah. Pada tutup botol, buatlah lubang yang ukurannya sesuai dengan diameter sumbu yang akan digunakan. Pasang sumbu melalui lubang ini dengan rapat, pastikan sumbu dapat menyerap air dengan baik. Kemudian, balikkan bagian atas botol dan tempatkan ke dalam bagian bawah botol, membentuk semacam sistem resapan.

3. Proses Penyemaian Benih

Sebelum menanam, benih perlu disemai terlebih dahulu. Ambil media tanam rockwool yang telah dibasahi, kemudian letakkan benih di bagian tengah rockwool. Simpan media tanam ini di tempat yang gelap selama 1-2 hari hingga benih mulai berkecambah. Setelah muncul tunas kecil dengan daun pertama, pindahkan ke tempat yang terkena sinar matahari untuk mendukung pertumbuhan selanjutnya.

4. Proses Penanaman

Setelah bibit memiliki daun sejati, saatnya memindahkannya ke sistem hidroponik. Letakkan rockwool yang telah berisi bibit ke bagian atas botol yang telah disiapkan sebelumnya. Isi bagian bawah botol dengan larutan nutrisi yang dibuat dengan mencampur AB Mix dan air sesuai petunjuk kemasan. Pastikan sumbu yang terpasang menyentuh larutan nutrisi sehingga dapat menyerap dan mengalirkannya ke media tanam.

5. Perawatan Tanaman

Perawatan rutin sangat penting untuk keberhasilan sistem hidroponik ini. Periksa ketersediaan larutan nutrisi setiap 3 hari sekali dan tambahkan jika volume mulai berkurang. Pastikan tanaman mendapatkan cukup sinar matahari minimal 5 jam per hari. Waspadai serangan hama seperti kutu daun – jika ditemukan, semprotkan larutan air sabun yang lembut untuk mengendalikannya.

6. Masa Panen

Dengan perawatan yang tepat, tanaman seperti selada dan kangkung dapat dipanen dalam waktu 30-45 hari. Untuk tanaman buah seperti cabai dan tomat, dibutuhkan waktu lebih lama sekitar 2-3 bulan hingga siap panen. Jika ingin mengembangkan sistem ini lebih rapi dan dalam skala lebih besar, Anda bisa beralih menggunakan pipa paralon atau rak hidroponik khusus.

Untuk hasil yang lebih optimal, pastikan kualitas air yang digunakan baik dan bebas dari zat kimia berbahaya. Jaga kebersihan sistem hidroponik secara berkala untuk mencegah pertumbuhan alga dan bakteri. Dengan ketelatenan dan perawatan yang tepat, sistem hidroponik sederhana ini bisa menghasilkan sayuran segar yang sehat untuk dikonsumsi sehari-hari.

Banyak yang gagal karena melakukan hal-hal ini dalam menanam tanaman hidroponik:

  • Nutrisi terlalu pekat/encer → Akar rusak atau tanaman kerdil.
  • Kurang sinar matahari → Tanaman tumbuh kurus & pucat.
  • Sirkulasi udara buruk → Jamur mudah tumbuh.
  • Media tanam terlalu padat → Akar susah bernapas.
  • Tidak rutin cek pH air → Idealnya 5.5 – 6.5.

Solusinya, gunakan TDS meter & pH meter (bisa beli online) untuk kontrol nutrisi lebih akurat.

Kalau mau cepat lihat hasil, coba tanam:

  • Selada – 30 hari panen.
  • Kangkung – 25 hari.
  • Sawi – 35 hari.
  • Bayam – 40 hari.
  • Kemangi – 50 hari.

Kalau pengen tantangan, bisa coba tomat, cabai, atau stroberi, tapi butuh perawatan lebih.

Hidroponik vs Aeroponik vs Aquaponik: Mana yang Terbaik?

ParameterHidroponikAeroponikAquaponik
Media TanamAir + NutrisiUdara + Kabut NutrisiAir + Ikan
BiayaMurahMahalSedang
PerawatanMudahRumitSedang
Cocok untukPemulaExpertYang suka ikan & tanaman

Kalau baru belajar, hidroponik sistem wick/NFT paling recommended!

Penutup

Hidroponik itu gampang kalau sudah tahu ilmunya. Jangan takut gagal, karena setiap kesalahan adalah pembelajaran. Percayalah, dalam 1 bulan, kamu sudah bisa panen sayur sendiri. Semoga bermanfaat.

Baca juga:

Referensi

  1. Resh, H. M. (2022). Hydroponic food production: A definitive guidebook for the advanced home gardener and the commercial hydroponic grower (8th ed.). CRC Press.
  2. Jones, J. B. (2016). Complete guide for growing plants hydroponically. CRC Press.
  3. Savvas, D., & Passam, H. (Eds.). (2017). Hydroponic production of vegetables and ornamentals. Embryo Publications.
  4. Sharma, N., Acharya, S., Kumar, K., Singh, N., & Chaurasia, O. P. (2018). Hydroponics as an advanced technique for vegetable production: An overview. Journal of Soil and Water Conservation, 17(4), 364-371. https://doi.org/10.5958/2455-7145.2018.00056.5
  5. Suryawanshi, J. S., & Patil, R. T. (2019). Hydroponic farming: A review. International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences, 8(4), 2506-2513. https://doi.org/10.20546/ijcmas.2019.804.292
  6. Barbosa, G. L., Gadelha, F. D. A., Kublik, N., Proctor, A., Reichelm, L., Weissinger, E., … & Halden, R. U. (2015). Comparison of land, water, and energy requirements of lettuce grown using hydroponic vs. conventional agricultural methods. International Journal of Environmental Research and Public Health, 12(6), 6879-6891. https://doi.org/10.3390/ijerph120606879
  7. Ministry of Agriculture, Republic of Indonesia. (2021). Panduan budidaya tanaman hidroponik untuk pemula. Kementerian Pertanian RI.
  8. Nugraha, D., & Setyowati, R. (2020). Peningkatan produktivitas tanaman hidroponik melalui sistem NFT (Nutrient Film Technique). Jurnal Agroteknologi, 14(2), 45-53.
  9. Putra, P. A., & Yuliando, H. (2015). Soilless culture system to support water use efficiency and product quality: A review. Agriculture and Agricultural Science Procedia, 3, 283-288. https://doi.org/10.1016/j.aaspro.2015.01.054
Please follow and like us:
Scroll to Top